Rabu, 01 Maret 2017

IMPLEMENTASI PTK DI PROPINSI SULAWESI SELATAN



MATA KULIAH FILSAFAT ILMU
 
MAKALAH
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN (PTK)
DI PROPINSI SULAWESI SELATAN

Oleh :
SITTI NURBAYA 
16 1052013 002 
04 PTK/2016

1.    PENDAHULUAN

Kehidupan manusia terus mengalami perubahan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan inilah yang menuntut manusia harus memperoleh pendidikan sehingga dapat dan harus menyesuaikan dan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi, terlepas dari kebodohan dan keterbelakangan dan menjadi manusia yang berkualitas.
Perkembangan ilmu pengetahuan ditandai dengan prinsip metodologi keilmuan, metodologi mengakaji perurutan langkah-langkah yang ditempuh sehingga pengetahuan yang diperoleh memenuhi pengetahuan ilmiah. (Dr.Beni Ahmad Saebani, 2015). Untuk menjawab tantangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dibutuhkan kehalian dan keterampilan sumber daya manusia. Salah satu upaya yaitu dikembangkannya suatu pendidikan kejuruan berdasarkan kompotensi yang dipacu oleh kebutuhan pasar.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang keahlian tertentu. Pendidikan kejuruan bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan mampu mengembangkan potensi dalam dirinya dan mengadopsi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Memasuki era global, dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini dan yang akan datang masih menghadapi tantangan yang semakin berat serta kompleks. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara lain, baik dalam produk, pelayanan, maupun dalam penyiapan sumber daya manusia. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu sub sistem dalam sistem pendidikan nasional diharapkan mampu mempersiapkan dan mengembangkan SDM yang bisa bekerja secara profesional di bidangnya, sekaligus berdaya saing dalam dunia kerja. Namun dalam perjalanannya pendidikan kejuruan tetaplah dihadapkan pada  segenap tantangan, diantaranya adalah perubahan ketenagakerjaan yang begitu cepat, stigma negatif SMK yang masih melekat sehingga menghambat kemajuan pendidikan kejuruan itu sendiri, ketersediaan sarana dan prasarana, dan permasalahan-permasalahan lain yang menuntut segera diatasi ditengah arus globalisasi ini. (Menyulamembun, 2016)
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada era ini setiap negara akan mudah memasuki Indonesia dan berinvestasi di negeri ini sehingga akan membawa pengaruh pula terhadap jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan kejuruan dalam mempersiapkan lulusan yang mampu berdaya saing. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan kejuruan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itulah bangsa dan pendidikan kejuruan khususnya dituntut untuk mampu mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi.
Pendidikan kejuruan salah satu pendidikan vokasional merupakan pendidikan yang berorientasi pada pekerjaan, karir, atau okupasi. Tuntutan dunia kerja sangat erat kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat berubah mengharuskan sistem perencanaan dengan sistematis, menyeluruh, dan selalu berorientasi futuristik. Dalam hal ini maka pendidikan kejuruan harus menekankan relevansi antara dunia pendidikan dan dunia kerja, baik dalam negeri maupun di luar negeri agar dapat mempertahankan dan memantapkan eksistensinya.
Undang-undang No. 20 tahun 1990  tentang     Sistem     Pendidikan     Nasional menyatakan  bahwa  Pendidikan  Kejuruan merupakan  pendidikan menengah   yang mempersiapkan   siswa   terutama   untuk bekerja pada  bidang  tertentu.  PP.  No.  29 tahun    1990    juga    menjelaskan    bahwa pendidikan menengah  kejuruan  bertujuan untuk    memasuki    lapangan    kerja    dan mengembangkan   sikap   profesionalisme.
Dalam rangka mengantisipasi tuntutan perkembangan zaman yang semakin kompetitif dan akses globalisasi, eksistensi sumber daya manusia (SDM) mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai kunci keberhasilan pembangunan di segala aspek kehidupan. Eksistensi SDM tersebut akan semakin signifikan apabila dikaitkan dengan suasana yang semakin tidak menentu di berbagai bidang kehidupan, baik bidang ekonomi, politik, social, teristimewa bidang pendidikan. Menghadapi situasi demikian, maka sudah seharusnya Bangsa Indonesia (khususnya jajaran pendidikan) memposisikan kembali peranan sumber daya manusia sebagai asset potensial yang harus selalu dikembangkan secara berkelanjutan.  (Prof.Dr.Sapto, 2011)
Berkaitan dengan pentingnya peran sumber daya manusia tersebut, sejalan dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) Pasal 20 ayat (2) secara eksplisit mewajibkan Perguruan Tinggi menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, sehingga diperoleh output (sumber daya manusia) yang berkualitas. Fungsi-fungsi tersebut juga ditegaskan dalam PP No. 17 Tahun 2010 pasal 84 ayat (1) yang menegaskan dharma pendidikan untuk menguasai, menerapkan, dan menyebar luaskan nilai-nilai luhur dan IPTEKS; penelitian untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi nilai-nilai luhur dan IPTEKS; dan menerapkan nilai-nilai luhur dan IPTEKS dalam rangka memberdayakan masyarakat.


2.    KONDISI RIIL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN (PTK)

Penyelengaraan pendidikan kejuruan di indonesia sudah ada sekitar 163 tahun yang lalu, dimana sekolah kejuruan pertama dimulai pada tahun 1853 dibangun oleh Belanda yang bernama sekolah pertukangan Surabaya (Ambacht School van Soerabaia). Kemudian di bandung dibuka ambacht school and ambacht leergang yang kemudian menjadi sekolah teknik ciroyom, setelah itu pendidikan kejuruan di indonesia berkembang menjadi pendidikan kejuruan seperti saat ini.
Sekolah  Menengah  Kejuruan  (SMK)  dalam  sistem pendidikan nasional merupakan salah satu bentuk pendidikan formal setingkat pendidikan menengah. Berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  19  Tahun  2005  Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat (3) Standar Kompetensi Lulusan pada satuan  pendidikan  menengah  kejuruan  bertujuan  meningkatkan  kecerdasan, pengetahuan,  kepribadian,  akhlak  mulia,  serta  keterampilan  untuk  hidup mandiri dan  mengikuti  pendidikan  lebih  lanjut  sesuai  dengan  kejuruannya,  dengan karakteristik pendidikan kejuruan sebagai berikut:
1.   Mempersiapkan  peserta  didik  terutama  untuk  bekerja  dalam  bidang tertentu
2.   Didasarkan kebutuhan dunia kerja “Demand-Market-Driven”
3.   Penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja
4.   Kesuksesan siswa pada “Hands-On” atau performa di dunia kerja
5.   Hubungan erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan 
6.   Responsif dan antisipatif terhadap kemajuan Teknologi 
7.   Learning By Doing dan Hands On Experience
8.   Membutuhkan fasilitas mutakhir untuk praktik
9.   Memerlukan  biaya  investasi  dan  operasional  yang  lebih  besar  dari pendidikan umum.
Implementasi PTK ( Pendidikan Teknologi Kejuruan) di Indonesia saat ini didasari oleh undang–undang no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,dimana dalam pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan menurut Charles Prosser yang dikenal sebagai 16 filosofi PTK. Namun dalam pelaksanaannya semua prinsip-prinsip tersebut belumlah dapat terpenuhi seluruhnya dikarenakan berbagai masalah diantaranya kurangnya peralatan, manajemen, biaya, dan lain-lain. Selain mengadopsi prinsip-prinsip tersebut di Indonesia juga mengadopsi system pendidikan yang dilakukan di jerman yaitu pendidikan system ganda (PSG) dimana para siswa tidak hanya belajar di sekolah namun juga belajar di tempat industri,sehingga diharapkan para siswa bisa mengetahui dan beradaptasi dengan situasi dunia kerja yang nyata dan diharapkan dapat menyerap ilmu pengetahuan dan menjadikannya bekal untuk berkarya di masa yang akan datang. Namun dalam pelaksanaannya pun masih mengalami banyak kendala diantaranya masih rendahnya kesadaran para wirausahawan terhadap dunia pendidikan, sehingga kadang para siswa masih sulit mendapatkan tempat praktik industri dan lain-lain.
Keterkaitan antara pendidikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja di industri merupakan hal yang sangat penting karena tujuan akhir dari lulusan SMK adalah kemampuannya bekerja sesuai bidangnya di dunia industri.  Oleh Karena itu, dalam rangka menciptakan lulusan yang berkualitas, maka kerjasama antar berbagai komponen sangat mendukung kesiapan SMK. Ketimpangan  partisipasi atau  keterlibatan  secara aktif  di  salah satu  variabel,  misalnya  variabel  penyelenggara  pendidikan  dapat  menyebabkan sistem tidak bekerja optimal yang akan mengakibatkan hubungan antara pendidikan dan  dunia  kerja  tidak  harmonis,  artinya  secara  fisik  akan  terjadi  pengangguran secara berkelanjutan.
Kondisi rill penyelenggaraan pendidikan adalah suatu kondisi atau keadaan yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan sistem pendidikan kejuruan secara umum. Adapun  kondisi rill dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan kejuruan secara umum yang terjadi adalah (Bustamin, 2013):
1.    Relevansi
Relevansi adalah sinkronisasi atau kecocokan antara kempetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dengan kompetensi yang dihasilkan oleh dunia pendidikan baik dari segi bidang studi maupun kurikulum yang diterapkan.Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah siswa SMK di Indonesia pada tahun 2011/2012, 2012/2013, dan 2013/2014 berturut-turut sebesar 4.019.157 orang, 4.189.519 orang, 4.199.657 orang, sedangkan di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2011/2012, 2012/2013, dan 2013/2014 berturut-turut sebesar 127.561 orang, 134.453 orang, dan 134.777 orang. Meskipun data tersebut tidak merinci jenis SMK tersebut (teknologi atau bisnis) dan bidang keahlian, hampir bias dipastikan bahwa yang banyak adalah bidang studi klasik, BELMO (Bangunan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif), meskipun saat ini telah berkembang pesat program Teknologi Informasi dan Komunikasi. Adapun bidang studi lain relative tidak terlalu banyak.  Jika tidak ada inovasi, maka bidang studi ini akan mengalami kejenuhan.
Selain itu, jenis industri yang tingkat penyerapan tenaga kerja paling banyak adalah jenis industri makanan dan minuman, yaitu sebanyak 21.992 orang pada tahun 2007, menyusul industri furniture dan industri pengolahan lainnya sebanyak 1.187 orang, industri barang galian bukan logam sebesar 9.708 orang, dan industri kayu, barang-barang dari kayu (bukan meubel) sebesar 8.023 orang. Sedangkan industri-industri lainnya serapan tenaga kerjanya di bawah 1000 orang.Jika melihat dari sisi penyerapan dunia kerja nampak jelas bahwa program studi yang dikembangkan pada sekolah kejuruan belum mendukung arah berkembangnya industri. Seharusnya pengembangan sekolah kejuruan juga diarahkan pada sector dimana industri tersebut berkembang pesat. Jika dianalisis lebih jauh, industri/perusahaan yang berkembang di Sulawesi Selatan lebih banyak pada industri pengolahan hasil bumi/sumber daya alam, belum beranjak pada industri teknologi tinggi (data BPS). Industri teknologi tinggi seperti dalam daftar klasifikasi industri belum tersentuh oleh data BPS. Hal ini bisa diasumsikan bahwa industri yang bergerak dalam bidang ini dan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut tidak banyak. Sedangkan pengembangan sekolah kejuruan justru lebih mengarah pada program studi teknologi tinggi. Para pendiri SMK lebih cenderung mengembangan program studi yang sudah dikenal di masyarakat dibandingkan mengembangan sekolah kejuruan yang dibutuhkan oleh industri lokal. Nampak jelas bahwa pendirian sekolah kejuruan tidak melalui analisis pasar yang memadai.
2.    Distribusi
Keberadaan sekolah kejuruan masih terkonsentrasi pada kota-kota besar. Jika dilihat dari skala nasional maka konsentrasi sekolah kejuruan masih tertinggi di Pulau Jawa dan skala Propinsi Sulawesi Selatan masih didominasi oleh Kota Makassar, data bps) sebanyak 81 SMK, menyusul kabupaten Toraja Utara sebanyak 20 dan Kabupaten Tana Toraja sebanyak 18 SMK. Sedangkan daerah lainnya pada umumnya hanya di bawah 10 SMK, bahkan Kabupaten Luwu Timur hanya 2 buah SMK padahal kabupaten ini termasuk kabupaten pemekaran yang berkembang pesat karena ditunjang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memadai.
Jumlah perusahaan yang terdata oleh BPS di kabupaten/kota (kecuali Kota Makassar), yang terbanyak adalah di Kabupaten Wajo dengan 10.494 perusahaan, kabupaten Selayar sebanyak 7.091 perusahaan, kabupaten Bantaeng, Gowa dan Sidrap sekitar 3.000 perusahaan. Hal ini jelas tidak sesuai dengan jumlah SMK yang ada kabupaten tersebut. Sebagai contoh, kabupaten Wajo hanya memiliki 7 buah sekolah SMK dengan jumlah siswa hanya 1.781 orang. Kabupaten Selayar hanya memiliki 4 SMK dengan jumlah siswa 1.131. padahal keduakabupaten tersebut menempati peringkat atas banyaknya perusahaan yang beroperasi.
3.    Kualitas
Kualitas alumni sekolah kejuruan diukur dengan beberapa indikator, antara lain: berapa lama mereka menunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama dan atau pekerjaan relevan, seberapa tinggi penghargaan yang diberikan oleh pengguna dalam bentuk gaji pertama dan sebagainya. Kualitas alumni pastinya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, mulai dari kualitas input (siswa yang diterima), tenaga pengajar, proses pembelajaran, dan proses asimilasi dengan pihak industri (praktek kerja industri, prakerin).
Para pakar Pendidikan Teknologi Kejuruan baik secara konsep, program maupun secara operasional terus berupaya dalam meningkatkan kompetensi alumni agar keterserapan pada dunia industri menjadi semakin tinggi. Akan tetapi dari sisi pelaksanaan tidaklah mudah. Supply Driven, konsep konvensional dimana totalitas pendidikan kejuruan dari kurikulum sampai pada uji komptensi hanya dilakukan satu pihak, telah disadari bahwa saat ini sudah tidak cocok lagi. Hal ini dikarenakan para penyusun kurikulum kemungkinan besar adalah orang-orang yang kurang paham tentang dunia industri. Olehnya itu, diperkenalkanlah konsep Demand-Driven, dimana kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan pengguna (stake holder). Konsep ini mengharuskan dunia pendidikan kejuruan menggali informasi pada pasar kerja tentang kompetensi yang mereka butuhkan, atas dasar inilah kurikulum beserta perangkatnya disusun. Jika hal ini dilaksanakan secara benar, maka diyakini bahwa alumni pendidikan kejuruan tidak ada yan menganggur.
Tidak banyak sekolah dalam menyusun kurikulum melibatkan pihak industri sebagai stake holder, baik sebagai narasumber maupun sebagai pihak yang layak didatangi untuk mendapatkan informasi. Mereka (pihak sekolah) nampaknya belum memahami betul manfaat dan kegunaan pihak industri sebagai sumber informasi. Hal ini terlihat pada ketiadaan dana (kalaupun ada, sangat minim) yang disediakan untuk keperluan assessment. Selain dana, mereka juga biasanya terkendala pada kurangnya kerjasama industri. Begitu pula sebaliknya pihak industri merasa tidak berkepentingan atau enggan memberikan informasi kompetensi pada pihak penyedia tenaga kerja. Dunia pendidikan dan dunia industri seakanakan jalan sendiri-sendiri tanpa saling membutuhkan satu sama lain.
Kecenderungan pola konvensional lain adalah school based program dimana setiap sekolah berusaha melengkapi alatalat praktek se-modern mungkin. Biasanya sekolah-sekolah berlomba mengajukan permintaan bantuan peralatan.Ironisnya tidak jarang dari peralatan tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal. Permasalahan yang berkenaan dengan hal ini adalah biasanya pengadaan peralatan tidak dibarengi dengan peningkatan kompetensi tenaga pangajarnya khususnya yang berkaitan dengan peralatan tersebut. Dengan kata lain, tenaga pengajar tidak dilatih secara khsusus pemakaian alat tersebut. Perlu pula diketahui bahwa bagaimanapun pelajaran disekolah hanya bersifat simulasi, sulit menyamai perkembangan peralatan pada industri. Olehnya itu dikembangkan program praktek kerja industri dan penilaian sistem ganda.
Namun, program praktek kerja industri juga memiliki permasalahan tersendiri. Program pada dasarnya diharapkan memberikan pengalaman industri bagi siswa sebagai bekal nantinya mereka dalam dunia kerja yang sesungguhnya. Tapi dari sisi pelaksanaan tidak jarang kita jumpai siswa hanya sekedar melepas kewajiban. Industri/perusahaan yang mereka tempati praktek tidak semuanya (atau sebagian besar) tidak memenuhi standar. Misalnya, banyak diantara mereka yang praktek kerja industri pada toko penjual barang elektronik yang tentukan tidak berhubungan langsung dengan skill teknis yang akan dibangun.
Sementara itu, hanya sedikit sekolah yang telah mempunyai standar operational prosedur tentang praktek kerja industri ini. Berdasarkan hasil wawancara sebagian kecil dari alumni SMK diperoleh gambaran bahwa mereka bekerja sebagai karyawan pada berbagai Industri/Perusahaan di Kota Makassar dengan rata-rata waktu tunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama masih tinggi dan dengan rata-rata gaji pertama mereka masih rendah. Ditinjau dari jenis pekerjaannya, masih sedikit diantara mereka yang pekerjaannya relevan dengan bidang studinya. Sebagai contoh, beberapa diantara mereka bekerja sebagai tenaga administrasi dan marketing peralatan kesehatan padahal dari jurusan mesin dan otomotif. Hal yang menggembirakan adalah beberapa orang diantara mereka mendirikan usaha sendiri, melanjutkan studi ke program Sarjana (S1) dan juga masih banyak yang menganggur sambil mengikuti kursus bahasa inggris dan komputer. Peningkatan kompetensi professional tenaga pengajar seharusnya juga menjadi hal yang penting.  Secara berkala seharusnya dilakukan pelatihan-pelatihan. Mekanismenya dapat dilakukan dengan mengundang para professional dari industri memberikan pelatihan singkat di sekolah, ataupun mengirim staf pengajar mengikuti training singkat pada industri atausekolah terkemuka lainnya/universitas.  Hal yang terakhir biasanya juga akan berimplikasi pada peningkatan atmosfir akademik. Staf yang telah dikirim akan memperoleh pengalaman baru, misalnya; kedisiplinan, kerjasama, etos kerja dan sebagainya.
4.    Kuantitas
Dari segi kuantitas terlihat bahwa jumlah sekolah kejuruan sangat memadai dalam menyediakan tenaga kerja. Akan tetapi program studi/kompetensi yang diharapkan menopang perkembangan industri di daerah Sulawesi Selatan masih rendah. Sesuai dengan data bps terlihat bahwa kebutuhan akan tenaga kerja masih sangat banyak. Ditambah lagi jika diasumsikan bahwa pertumbuhan industri pada masamasa akan datang makin pesat. Banyak jenis industri yang belum terdata oleh BPS yang kemungkinan besar akan berkembang di Sulawesi Selatan seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Tentunya hal ini akan membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Seperti diketahui bahwa pendidikan kejuruan merupakan institusi utama penyedia tenaga kerja yang handal.
Sudah banyak SMK yang memanfaatkan dunia kerja dan industri sebagai tempat praktik maupun sekedar difungsikan sebagai menambah wawasan tentang dunia kerja kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah. Saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinyu. (Prof.Sapto, 2016)
Dilain pihak, Kebijakan pemerintah daerah dalam membantu SMK dalam meningkatkan kualitas lulusannya belum memberikan langkah konkrit tentang bagaimana mengatur dunia usaha dan industri agar membantu SMK dalam melaksanakan program bersama dalam upaya menyiapkan tenaga kerja siap pakai. Penyiapan aturan atau bahkan undang-undang yang mengikat semua dunia usaha dan industri dalam merealisasikan kerjasama ini belum dipikirkan padahal Nasionalisme DUDI dibangun dengan dimulai dari membuat aturan dan undang-undang dan aturan yang mengikat mereka menuju ke arah pembangunan bangsa yang kuat.

3.    PROYEKSI KEBUTUHAN SEKOLAH, SISWA DAN GURU PTK DAN EKSISTENSI SMK DI PROPINSI SULAWESI-SELATAN SAMPAI TAHUN 2014 DENGAN ASUMSI PERTUMBUHAN 5% SETIAP TAHUN (STUDI KASUS SMK TEKNOLOGI SOMBA OPU)

Proyeksi kebutuhan sekolah, siswa dan tenaga pengajar dapat dilihat dari dua sudut pandang; yang pertama adalah mengenai sudut pandang kebutuhan berdasarkan perkembangan Industri dan yang kedua adalah mengenai sudut pandang pemenuhan Road Map Dit.PSMK yang pada tahun 2014 menargetkan persentase antara SMK dan SMU adalah 67 berbanding 33.
Disisi lain Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy akan merubah kurikulum pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Rencana tersebut disesuaikan dengan misi Presiden Joko Widodo dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul di setiap bidang serta memiliki daya saing. Perombakan kurikulum dilakukan untuk mendukung program Nawa cita, dimana secara teknis, nantinya setiap dua semester siswa harus mengikuti ujian praktik yang langsung diselenggarakan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Jika lulus tes tersebut, mereka akan langsung mendapatkan sertifikat kompetensi untuk melamar pekerjaan.
Sampai tahun 2020 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memproyeksikan ada tambahan SMK sebanyak 400 sekolah yang setidaknya akan menampung sekitar 850 ribu siswa baru, dengan kesiapan para guru yang tidak hanya sekadar sarjana, tetapi juga memiliki pengalaman kerja di Industri. (Metrotvnews.com, 2016).

1)    Berdasarkan Perkembangan Industri
Data BPS memperlihatkan jumlah SMK pada tahun 2011/2012, 2012/2013, dan 2013/2014 di Propinsi Sulawesi Selatan secara berturut-turut adalah 361, 374, dan 405. Peningkatan jumlah SMK dari tahun 2011/2012 ke 2012/2013 hanya sebesar 13 SMK atau kurang dari 6% (selama 2 tahun), Tahun 2009/2010 388 sekolah SMK dan data dari Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan SMK tahun 2012 jumlah sekolah SMK Negeri sebanyak 133 dan Swasta 255 jadi total 388 Sekolah. (BPS, 2015)
Dilain pihak jumlah penyerapan tenaga kerja oleh industri dari tahun 2004 sampai dengan 2007 terlihat menurun, dari 10.332 orang pada tahun 2004 ke 7.014 pada tahun 2009. Penurunan daya serap Industri ini seakan-akan mengisyaratkan ketiadaaan lapangan kerja yang berimplikasi pada pengurangan persentase alumni sekolah kejuruan. Olehnya itu sangat beralasan jika persentse alumni SMK yang terserap oleh lapangan kerja hanya 50%.
Akan tetapi jika dianalisa secara mendalam, potensi industrI yang berkembang justru Industri yang tidak berhubungan langsung dengan bidang studi SMK yang selama ini menjadi andalan pengelola. Sebagai contoh, bahwa yang berkembang dengan pesat adalah Industri makanan dan minuman, disusul oleh Industri logam bukan galian dan industri kayu (bukan meubel). Dari segi wilayah seharusnya kabupaten Selayar, Wajo, gowa, Bantaeng menjadi pioneer dalam pengembangan SMK karena pada daerah tersebut pertumbuhan Industri sangat pesat. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah komuditas andalan, dimana setiap daerah mempunyai komuditas andalan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Berkenaan dengan ini seharusnya pengembangan sekolah kejuruan juga memperhatikan hal ini. Pertumbuhan industri-industri teknologi maju juga harus menjadi perhatian serius. Walaupun saat ini Industri-industri teknologi maju belum sepesat di Pulau Jawa, pemerintah daerah seyogyanya mengantisipasi perkembangan ini. Sulawesi Selatan tidak bisa melepaskan pengaruh global yang dibawa oleh teknologi maju. Salah satu cara mengantisipasinya adalah dengan penyiapan tenaga terampil, kompeten dan SMK merupakan salah satu institusi yang bisa diandalkan untuk hal tersebut.
2)    Road Map Dit. PSMK
Road map Dit. PSMK mengisyaratkan perkembangan sekolah kejuruan (SMK) sebesar 3 - 4 % pertahun sehingga pada tahun 2015 nanti akan mencapai 67%. Jika dari segi jumlah maka pertumbuhan SMK pertahun diprogramkan sebanyak 300-400 sekolah pertahun. Begitu pula dengan siswa dan guru. Setiap tahun diprogram adanya penambahan sekitar 500.000 sampai 600.000 orang siswa dan penambahan sekitar 20.000 guru SMK. Program ini tentunya akan dipersiapkan untuk mengantisipasi peluang pasar kerja industri yang semakin pesat. Jika dibandingkan dengan program nasional, perkembangan SMK di Sulawesi Selatan masih terkesan lambat. Pertumbuhan yang hanya 5% selama dua tahun atau 2,5% per tahun dirasa masih kurang untuk mengejar target 67% SMK secara nasional. Apalagi jika diasumsikan bahwa Sulawesi Selatan merupakan sentra pengembangan SMK di Kawasan Timur Indonesia.Presentase pertumbuhan siswa selama dua tahun terakhir hanya 13%, sedangkan yang diisyaratkan oleh program nasional minimal 15%. Dan menurut Data dari Diknas Sulsel menyebutkan saat ini jumlah SMK yang tersebar di 23 kabupaten maupun kota di Sulsel sebanyak 286 sekolah (40 persen), masih lebih sedikit dari jumlah SMA yang mencapai 626 sekolah (60 persen).
Di Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan data dari kemendikbud, jumlah SMK yang aktif, sebanyak 15 sekolah kejuruan terdiri dari 4 sekolah bersatus negeri dan 10 sekolah berstatus swasta  (Kemendikbud, 2016). Pada studi kasus ini penulis memilih SMK Teknologi Somba Opu yang beralamatkan Jl. Sultan Hasanuddin No. 24 Sungguminasa, Kelurahan Pandang-Pandang, Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kode Pos: 92111, Telpon: , Email: smktsombaopu@gmail.com, Website: http://www.smktsombaopu.net
                        Berdasarkan data tahun 2016  pada SMKT Somba Opu jumlah siswa secara keseluruhan sebanyak 416,  jumlah guru 45 orang dan jumlah ruang kelas 18 (Ir.H.MochHarun, 2016). Berdasarkan data tersebut dengan estimasi pertumbuhan sebesar 5% maka dapat diproyeksikan banyaknya jumlah siswa, jumlah guru, dan ruang kelas pada SMK Teknologi Somba Opu adalah sebagai berikut :                

     1)    Jumlah Siswa
Tahun 2017 à 416 x 5 % = 20,8  à 416 + 20,8 = 437 (pembulatan)
Tahun 2018 à 437 x 5 % = 21,85 à 437 + 21,85 = 459 (pembulatan)
Tahun 2019 à 459 x 5 % = 22,95 à 459 + 22,95 = 482 (pembulatan)

    2)    Jumlah Kebutuhan Guru
Tahun 2017 à 45 x 5 % = 2,25 à 45 + 2,25 = 47 (pembulatan)
Tahun 2018 à 47 x 5 % = 2,35 à 47 + 2,35 = 49 (pembulatan)
Tahun 2019 à 49 x 5 % = 2,45 à 49 + 2,45 = 51 (pembulatan)

    3)    Jumlah Kebutuhan Ruang Kelas
Tahun 2017à18 x 5 % = 0,9  à  18 + 0,9 = 19 (pembulatan)
Tahun 2018à19 x 5 % = 0,95à 19 + 0,95 = 20 (pembulatan)
Tahun 2019à20 x 5 % = 1 à  20 + 1 =  21


No
Aspek
Tahun Kondisi
2016
Tahun Proyeksi
2017
2018
2019
1
2
3
Jumlah Siswa
Jumlah Guru
Ruang Kelas
416
45
18
437
47
19
459
49
20
482
51
21

Tabel hasil proyeksi  Jumlah siswa, guru dan ruang kelas SMK Teknologi Somba Opu Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan

Dari tabel hasil proyeksi di atas menunjukkan, dengan melakukan perhitungan estimasi pertumbuhan 5 persen per tahun, maka tahun 2019 mendatang jumlah siswa SMKT Somba Opu sebanyak 482, jumlah guru 51 orang dan ruang kelas 21.

4.    KESIMPULAN
Setelah melakukan analisa data dari beberapa sumber penulisan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa :
1)    Dari segi kuantitas jumlah sekolah kejuruan sangat memadai dalam menyediakan tenaga kerja, akan tetapi program studi/kompetensi yang diharapkan menopang perkembangan industri di daerah Sulawesi Selatan masih rendah, oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah, dimana saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinyu.
2)    Untuk mengantisipasi perkembangan dunia industri dan kebutuhan tenaga kerja yang berkualitas, permasalahan klasik SMK seperti distribusi, relevansi, kualitas dan kuantitas harus segera di atasi.
3)    Setelah melakukan proyeksi terhadap data tahun 2016  pada SMKT Somba Opu jumlah siswa secara keseluruhan sebanyak 416,  jumlah guru 45 orang dan jumlah ruang kelas 18 dengan estimasi pertumbuhan sebesar 5% maka diperoleh setiap tahun dari tahun 2017 hingga 2019 SMKT Somba Opu jumlah siswa bertambah 22 orang, kebutuhan guru 2 orang dan 1 ruang kelas.


 


DAFTAR PUSTAKA



BadanPusatStatistik. (2015, September 14). Retrieved November 20, 2016, from https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1838
Bustamin. (2013, Oktober). Retrieved November 20, 2016, from http://bustamin-against.blogspot.co.id/2013/10/implementasi-ptk-di-prov-sul-sel.html
Dr.Beni Ahmad Saebani, M. (2015). Filsafat Ilmu dan Metode Penilitian. Bandung: CV.Pustaka Setia.
Ir.H.MochHarun, G. (2016). Profil SMKT Somba Opu. Gowa Sulawesi Selatan.
Kemendikbud. (2016). Retrieved November 20, 2016, from http://psmk.kemdikbud.go.id/datapokok
Menyulamembun. (2016, Maret). Retrieved November 20, 2016, from http://menyulamembun.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pendidikan-kejuruan-di-indonesia.html
Metrotvnews.com. (2016, Agustus 31). Retrieved November 21, 2016, from http://news.metrotvnews.com/peristiwa/GbmAVyxb-mendikbud-rombak-kurikulum-smk#amph=1
Prof.Dr.Sapto, H. (2011). Pengembangan Pendidikan Guru Vokasi Sebagai Upaya Penataan Sistem Ketenagaan Sektor Industri. Makassar: Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang Pendidikan Vokasi pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar.
Prof.Sapto, H. (2016). Materi Perkuliahan Mata Kuliah Filsafat Ilmu Semester I Mahasiswa PTK Pascasarjana Universitas Negeri Makassar. Makassar.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar