MATA KULIAH FILSAFAT ILMU
MAKALAH
IMPLEMENTASI
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN (PTK)
DI
PROPINSI SULAWESI SELATAN
SITTI NURBAYA
16 1052013 002
04 PTK/2016
1. PENDAHULUAN
Kehidupan manusia terus mengalami
perubahan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan
inilah yang menuntut manusia harus memperoleh pendidikan sehingga dapat dan
harus menyesuaikan dan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi, terlepas
dari kebodohan dan keterbelakangan dan menjadi manusia yang berkualitas.
Perkembangan ilmu pengetahuan
ditandai dengan prinsip metodologi keilmuan, metodologi mengakaji perurutan
langkah-langkah yang ditempuh sehingga pengetahuan yang diperoleh memenuhi
pengetahuan ilmiah. (Dr.Beni Ahmad Saebani, 2015). Untuk menjawab
tantangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dibutuhkan kehalian dan keterampilan
sumber daya manusia. Salah satu upaya yaitu dikembangkannya suatu pendidikan
kejuruan berdasarkan kompotensi yang dipacu oleh kebutuhan pasar.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang keahlian tertentu. Pendidikan kejuruan bertujuan mempersiapkan
tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan
dunia kerja dan mampu mengembangkan potensi dalam dirinya dan mengadopsi dan
beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Memasuki era global, dunia pendidikan di Indonesia
pada saat ini dan yang akan datang masih menghadapi tantangan yang semakin
berat serta kompleks. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara lain,
baik dalam produk, pelayanan, maupun dalam penyiapan sumber daya manusia.
Pendidikan kejuruan sebagai salah satu sub sistem dalam sistem pendidikan
nasional diharapkan mampu mempersiapkan dan mengembangkan SDM yang bisa bekerja
secara profesional di bidangnya, sekaligus berdaya saing dalam dunia kerja.
Namun dalam perjalanannya pendidikan kejuruan tetaplah dihadapkan pada segenap
tantangan, diantaranya adalah perubahan ketenagakerjaan yang begitu cepat,
stigma negatif SMK yang masih melekat sehingga menghambat kemajuan pendidikan
kejuruan itu sendiri, ketersediaan sarana dan prasarana, dan
permasalahan-permasalahan lain yang menuntut segera diatasi ditengah arus
globalisasi ini. (Menyulamembun, 2016)
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat
yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada era ini setiap negara akan
mudah memasuki Indonesia dan berinvestasi di negeri ini sehingga akan membawa
pengaruh pula terhadap jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Era pasar bebas
juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan
kejuruan dalam mempersiapkan lulusan yang mampu berdaya saing. Untuk menghadapi
pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu
pendidikan kejuruan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki
manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan. Oleh sebab itulah
bangsa dan pendidikan kejuruan khususnya dituntut untuk mampu mencetak SDM yang
berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam
kancah globalisasi.
Pendidikan kejuruan salah satu
pendidikan vokasional merupakan pendidikan yang berorientasi pada pekerjaan,
karir, atau okupasi. Tuntutan dunia kerja sangat erat kaitannya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat berubah mengharuskan
sistem perencanaan dengan sistematis, menyeluruh, dan selalu berorientasi
futuristik. Dalam hal ini maka pendidikan kejuruan harus menekankan relevansi
antara dunia pendidikan dan dunia kerja, baik dalam negeri maupun di luar
negeri agar dapat mempertahankan dan memantapkan eksistensinya.
Undang-undang
No. 20 tahun 1990 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa
Pendidikan Kejuruan
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan siswa
terutama untuk bekerja pada bidang
tertentu. PP. No. 29
tahun 1990 juga
menjelaskan bahwa pendidikan menengah kejuruan
bertujuan untuk memasuki lapangan
kerja dan mengembangkan sikap
profesionalisme.
Dalam
rangka mengantisipasi tuntutan perkembangan zaman yang semakin kompetitif dan
akses globalisasi, eksistensi sumber daya manusia (SDM) mempunyai peranan yang
sangat strategis sebagai kunci keberhasilan pembangunan di segala aspek
kehidupan. Eksistensi SDM tersebut akan semakin signifikan apabila dikaitkan
dengan suasana yang semakin tidak menentu di berbagai bidang kehidupan, baik
bidang ekonomi, politik, social, teristimewa bidang pendidikan. Menghadapi
situasi demikian, maka sudah seharusnya Bangsa Indonesia (khususnya jajaran
pendidikan) memposisikan kembali peranan sumber daya manusia sebagai asset
potensial yang harus selalu dikembangkan secara berkelanjutan.
(Prof.Dr.Sapto, 2011)
Berkaitan
dengan pentingnya peran sumber daya manusia tersebut, sejalan dengan amanat
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003)
Pasal 20 ayat (2) secara eksplisit mewajibkan Perguruan Tinggi menyelenggarakan
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, sehingga diperoleh output
(sumber daya manusia) yang berkualitas. Fungsi-fungsi tersebut juga ditegaskan
dalam PP No. 17 Tahun 2010 pasal 84 ayat (1) yang menegaskan dharma pendidikan
untuk menguasai, menerapkan, dan menyebar luaskan nilai-nilai luhur dan IPTEKS;
penelitian untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi nilai-nilai luhur dan
IPTEKS; dan menerapkan nilai-nilai luhur dan IPTEKS dalam rangka memberdayakan
masyarakat.
2. KONDISI RIIL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN (PTK)
Penyelengaraan pendidikan kejuruan di indonesia sudah ada sekitar 163 tahun
yang lalu, dimana sekolah kejuruan pertama dimulai pada tahun 1853 dibangun
oleh Belanda yang bernama sekolah pertukangan Surabaya (Ambacht School van
Soerabaia). Kemudian di bandung dibuka ambacht school and ambacht leergang yang
kemudian menjadi sekolah teknik ciroyom, setelah itu pendidikan kejuruan di
indonesia berkembang menjadi pendidikan kejuruan seperti saat ini.
Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dalam
sistem pendidikan nasional merupakan salah satu bentuk pendidikan formal
setingkat pendidikan menengah. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat (3) Standar Kompetensi
Lulusan pada satuan pendidikan menengah
kejuruan bertujuan meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya, dengan karakteristik pendidikan kejuruan
sebagai berikut:
1. Mempersiapkan peserta
didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu
2. Didasarkan
kebutuhan dunia kerja “Demand-Market-Driven”
3. Penguasaan
kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja
4. Kesuksesan
siswa pada “Hands-On” atau performa
di dunia kerja
5. Hubungan erat dengan dunia kerja
merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan
6. Responsif dan
antisipatif terhadap kemajuan Teknologi
7. Learning By Doing dan Hands On Experience
8. Membutuhkan
fasilitas mutakhir untuk praktik
9. Memerlukan biaya
investasi dan operasional
yang lebih besar
dari pendidikan umum.
Implementasi
PTK ( Pendidikan Teknologi Kejuruan) di Indonesia saat ini didasari oleh
undang–undang no. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,dimana dalam pelaksanaannya menggunakan
prinsip-prinsip Pendidikan Kejuruan menurut Charles Prosser yang dikenal
sebagai 16 filosofi PTK. Namun dalam pelaksanaannya semua prinsip-prinsip
tersebut belumlah dapat terpenuhi seluruhnya dikarenakan berbagai masalah
diantaranya kurangnya peralatan, manajemen, biaya, dan lain-lain. Selain
mengadopsi prinsip-prinsip tersebut di Indonesia juga mengadopsi system
pendidikan yang dilakukan di jerman yaitu pendidikan system ganda (PSG) dimana
para siswa tidak hanya belajar di sekolah namun juga belajar di tempat industri,sehingga
diharapkan para siswa bisa mengetahui dan beradaptasi dengan situasi dunia
kerja yang nyata dan diharapkan dapat menyerap ilmu pengetahuan dan
menjadikannya bekal untuk berkarya di masa yang akan datang. Namun dalam
pelaksanaannya pun masih mengalami banyak kendala diantaranya masih rendahnya
kesadaran para wirausahawan terhadap dunia pendidikan, sehingga kadang para
siswa masih sulit mendapatkan tempat praktik industri dan lain-lain.
Keterkaitan
antara pendidikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja di industri
merupakan hal yang sangat penting karena tujuan akhir dari lulusan SMK adalah
kemampuannya bekerja sesuai bidangnya di dunia industri. Oleh Karena itu, dalam rangka menciptakan
lulusan yang berkualitas, maka kerjasama antar berbagai komponen sangat
mendukung kesiapan SMK. Ketimpangan
partisipasi atau
keterlibatan secara aktif di
salah satu variabel, misalnya
variabel penyelenggara pendidikan
dapat menyebabkan sistem tidak
bekerja optimal yang akan mengakibatkan hubungan antara pendidikan dan dunia
kerja tidak harmonis,
artinya secara fisik
akan terjadi pengangguran secara berkelanjutan.
Kondisi
rill penyelenggaraan pendidikan adalah suatu kondisi atau keadaan yang
sebenarnya terjadi pada pelaksanaan sistem pendidikan kejuruan secara umum.
Adapun kondisi rill dan permasalahan
yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan kejuruan secara umum yang terjadi
adalah (Bustamin, 2013):
1.
Relevansi
Relevansi
adalah sinkronisasi atau kecocokan antara kempetensi yang dibutuhkan oleh dunia
kerja dengan kompetensi yang dihasilkan oleh dunia pendidikan baik dari segi
bidang studi maupun kurikulum yang diterapkan.Data Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan jumlah siswa SMK di Indonesia pada tahun 2011/2012, 2012/2013, dan
2013/2014 berturut-turut sebesar 4.019.157 orang, 4.189.519 orang, 4.199.657
orang, sedangkan di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2011/2012, 2012/2013, dan
2013/2014 berturut-turut sebesar 127.561 orang, 134.453 orang, dan 134.777
orang. Meskipun data tersebut tidak merinci jenis SMK tersebut (teknologi atau
bisnis) dan bidang keahlian, hampir bias dipastikan bahwa yang banyak adalah
bidang studi klasik, BELMO (Bangunan, Elektronika, Listrik, Mesin dan
Otomotif), meskipun saat ini telah berkembang pesat program Teknologi Informasi
dan Komunikasi. Adapun bidang studi lain relative tidak terlalu banyak. Jika tidak ada inovasi, maka bidang studi ini
akan mengalami kejenuhan.
Selain
itu, jenis industri yang tingkat penyerapan tenaga kerja paling banyak adalah
jenis industri makanan dan minuman, yaitu sebanyak 21.992 orang pada tahun
2007, menyusul industri furniture dan industri pengolahan lainnya sebanyak
1.187 orang, industri barang galian bukan logam sebesar 9.708 orang, dan
industri kayu, barang-barang dari kayu (bukan meubel) sebesar 8.023 orang.
Sedangkan industri-industri lainnya serapan tenaga kerjanya di bawah 1000
orang.Jika melihat dari sisi penyerapan dunia kerja nampak jelas bahwa program
studi yang dikembangkan pada sekolah kejuruan belum mendukung arah
berkembangnya industri. Seharusnya pengembangan sekolah kejuruan juga diarahkan
pada sector dimana industri tersebut berkembang pesat. Jika dianalisis lebih
jauh, industri/perusahaan yang berkembang di Sulawesi Selatan lebih banyak pada
industri pengolahan hasil bumi/sumber daya alam, belum beranjak pada industri
teknologi tinggi (data BPS). Industri teknologi tinggi seperti dalam daftar
klasifikasi industri belum tersentuh oleh data BPS. Hal ini bisa diasumsikan
bahwa industri yang bergerak dalam bidang ini dan penyerapan tenaga kerja pada
sektor tersebut tidak banyak. Sedangkan pengembangan sekolah kejuruan justru
lebih mengarah pada program studi teknologi tinggi. Para pendiri SMK lebih
cenderung mengembangan program studi yang sudah dikenal di masyarakat
dibandingkan mengembangan sekolah kejuruan yang dibutuhkan oleh industri lokal.
Nampak jelas bahwa pendirian sekolah kejuruan tidak melalui analisis pasar yang
memadai.
2.
Distribusi
Keberadaan
sekolah kejuruan masih terkonsentrasi pada kota-kota besar. Jika dilihat dari
skala nasional maka konsentrasi sekolah kejuruan masih tertinggi di Pulau Jawa
dan skala Propinsi Sulawesi Selatan masih didominasi oleh Kota Makassar, data
bps) sebanyak 81 SMK, menyusul kabupaten Toraja Utara sebanyak 20 dan Kabupaten
Tana Toraja sebanyak 18 SMK. Sedangkan daerah lainnya pada umumnya hanya di
bawah 10 SMK, bahkan Kabupaten Luwu Timur hanya 2 buah SMK padahal kabupaten
ini termasuk kabupaten pemekaran yang berkembang pesat karena ditunjang oleh
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memadai.
Jumlah
perusahaan yang terdata oleh BPS di kabupaten/kota (kecuali Kota Makassar),
yang terbanyak adalah di Kabupaten Wajo dengan 10.494 perusahaan, kabupaten
Selayar sebanyak 7.091 perusahaan, kabupaten Bantaeng, Gowa dan Sidrap sekitar
3.000 perusahaan. Hal ini jelas tidak sesuai dengan jumlah SMK yang ada
kabupaten tersebut. Sebagai contoh, kabupaten Wajo hanya memiliki 7 buah
sekolah SMK dengan jumlah siswa hanya 1.781 orang. Kabupaten Selayar hanya
memiliki 4 SMK dengan jumlah siswa 1.131. padahal keduakabupaten tersebut
menempati peringkat atas banyaknya perusahaan yang beroperasi.
3.
Kualitas
Kualitas
alumni sekolah kejuruan diukur dengan beberapa indikator, antara lain: berapa
lama mereka menunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama dan atau pekerjaan
relevan, seberapa tinggi penghargaan yang diberikan oleh pengguna dalam bentuk
gaji pertama dan sebagainya. Kualitas alumni pastinya dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, mulai dari kualitas input (siswa yang diterima), tenaga pengajar,
proses pembelajaran, dan proses asimilasi dengan pihak industri (praktek kerja
industri, prakerin).
Para
pakar Pendidikan Teknologi Kejuruan baik secara konsep, program maupun secara
operasional terus berupaya dalam meningkatkan kompetensi alumni agar
keterserapan pada dunia industri menjadi semakin tinggi. Akan tetapi dari sisi
pelaksanaan tidaklah mudah. Supply Driven,
konsep konvensional dimana totalitas pendidikan kejuruan dari kurikulum sampai
pada uji komptensi hanya dilakukan satu pihak, telah disadari bahwa saat ini
sudah tidak cocok lagi. Hal ini dikarenakan para penyusun kurikulum kemungkinan
besar adalah orang-orang yang kurang paham tentang dunia industri. Olehnya itu,
diperkenalkanlah konsep Demand-Driven,
dimana kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan pengguna (stake holder). Konsep ini mengharuskan dunia pendidikan kejuruan
menggali informasi pada pasar kerja tentang kompetensi yang mereka butuhkan, atas
dasar inilah kurikulum beserta perangkatnya disusun. Jika hal ini dilaksanakan
secara benar, maka diyakini bahwa alumni pendidikan kejuruan tidak ada yan
menganggur.
Tidak
banyak sekolah dalam menyusun kurikulum melibatkan pihak industri sebagai stake
holder, baik sebagai narasumber maupun sebagai pihak yang layak didatangi untuk
mendapatkan informasi. Mereka (pihak sekolah) nampaknya belum memahami betul
manfaat dan kegunaan pihak industri sebagai sumber informasi. Hal ini terlihat
pada ketiadaan dana (kalaupun ada, sangat minim) yang disediakan untuk
keperluan assessment. Selain dana, mereka juga biasanya terkendala pada
kurangnya kerjasama industri. Begitu pula sebaliknya pihak industri merasa
tidak berkepentingan atau enggan memberikan informasi kompetensi pada pihak
penyedia tenaga kerja. Dunia pendidikan dan dunia industri seakanakan jalan
sendiri-sendiri tanpa saling membutuhkan satu sama lain.
Kecenderungan
pola konvensional lain adalah school based program dimana setiap sekolah
berusaha melengkapi alatalat praktek se-modern mungkin. Biasanya
sekolah-sekolah berlomba mengajukan permintaan bantuan peralatan.Ironisnya
tidak jarang dari peralatan tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.
Permasalahan yang berkenaan dengan hal ini adalah biasanya pengadaan peralatan
tidak dibarengi dengan peningkatan kompetensi tenaga pangajarnya khususnya yang
berkaitan dengan peralatan tersebut. Dengan kata lain, tenaga pengajar tidak
dilatih secara khsusus pemakaian alat tersebut. Perlu pula diketahui bahwa
bagaimanapun pelajaran disekolah hanya bersifat simulasi, sulit menyamai
perkembangan peralatan pada industri. Olehnya itu dikembangkan program praktek
kerja industri dan penilaian sistem ganda.
Namun,
program praktek kerja industri juga memiliki permasalahan tersendiri. Program
pada dasarnya diharapkan memberikan pengalaman industri bagi siswa sebagai
bekal nantinya mereka dalam dunia kerja yang sesungguhnya. Tapi dari sisi
pelaksanaan tidak jarang kita jumpai siswa hanya sekedar melepas kewajiban.
Industri/perusahaan yang mereka tempati praktek tidak semuanya (atau sebagian
besar) tidak memenuhi standar. Misalnya, banyak diantara mereka yang praktek
kerja industri pada toko penjual barang elektronik yang tentukan tidak
berhubungan langsung dengan skill teknis yang akan dibangun.
Sementara
itu, hanya sedikit sekolah yang telah mempunyai standar operational prosedur
tentang praktek kerja industri ini. Berdasarkan hasil wawancara sebagian kecil
dari alumni SMK diperoleh gambaran bahwa mereka bekerja sebagai karyawan pada
berbagai Industri/Perusahaan di Kota Makassar dengan rata-rata waktu tunggu
untuk mendapatkan pekerjaan pertama masih tinggi dan dengan rata-rata gaji
pertama mereka masih rendah. Ditinjau dari jenis pekerjaannya, masih sedikit
diantara mereka yang pekerjaannya relevan dengan bidang studinya. Sebagai
contoh, beberapa diantara mereka bekerja sebagai tenaga administrasi dan
marketing peralatan kesehatan padahal dari jurusan mesin dan otomotif. Hal yang
menggembirakan adalah beberapa orang diantara mereka mendirikan usaha sendiri,
melanjutkan studi ke program Sarjana (S1) dan juga masih banyak yang menganggur
sambil mengikuti kursus bahasa inggris dan komputer. Peningkatan kompetensi
professional tenaga pengajar seharusnya juga menjadi hal yang penting. Secara berkala seharusnya dilakukan pelatihan-pelatihan.
Mekanismenya dapat dilakukan dengan mengundang para professional dari industri
memberikan pelatihan singkat di sekolah, ataupun mengirim staf pengajar
mengikuti training singkat pada industri atausekolah terkemuka
lainnya/universitas. Hal yang terakhir
biasanya juga akan berimplikasi pada peningkatan atmosfir akademik. Staf yang
telah dikirim akan memperoleh pengalaman baru, misalnya; kedisiplinan,
kerjasama, etos kerja dan sebagainya.
4.
Kuantitas
Dari
segi kuantitas terlihat bahwa jumlah sekolah kejuruan sangat memadai dalam
menyediakan tenaga kerja. Akan tetapi program studi/kompetensi yang diharapkan
menopang perkembangan industri di daerah Sulawesi Selatan masih rendah. Sesuai
dengan data bps terlihat bahwa kebutuhan akan tenaga kerja masih sangat banyak.
Ditambah lagi jika diasumsikan bahwa pertumbuhan industri pada masamasa akan datang
makin pesat. Banyak jenis industri yang belum terdata oleh BPS yang kemungkinan
besar akan berkembang di Sulawesi Selatan seiring dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat. Tentunya hal ini akan membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Seperti
diketahui bahwa pendidikan kejuruan merupakan institusi utama penyedia tenaga
kerja yang handal.
Sudah
banyak SMK yang memanfaatkan dunia kerja dan industri sebagai tempat praktik
maupun sekedar difungsikan sebagai menambah wawasan tentang dunia kerja kepada
peserta didiknya. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru perlu
memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah. Saat ini,
masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang
seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara
berkesinambungan dan kontinyu.
(Prof.Sapto, 2016)
Dilain
pihak, Kebijakan pemerintah daerah dalam membantu SMK dalam meningkatkan
kualitas lulusannya belum memberikan langkah konkrit tentang bagaimana mengatur
dunia usaha dan industri agar membantu SMK dalam melaksanakan program bersama
dalam upaya menyiapkan tenaga kerja siap pakai. Penyiapan aturan atau bahkan
undang-undang yang mengikat semua dunia usaha dan industri dalam merealisasikan
kerjasama ini belum dipikirkan padahal Nasionalisme DUDI dibangun dengan
dimulai dari membuat aturan dan undang-undang dan aturan yang mengikat mereka
menuju ke arah pembangunan bangsa yang kuat.
3. PROYEKSI KEBUTUHAN SEKOLAH, SISWA DAN GURU PTK DAN EKSISTENSI SMK DI PROPINSI SULAWESI-SELATAN SAMPAI TAHUN 2014 DENGAN ASUMSI PERTUMBUHAN 5% SETIAP TAHUN (STUDI KASUS SMK TEKNOLOGI SOMBA OPU)
Proyeksi
kebutuhan sekolah, siswa dan tenaga pengajar dapat dilihat dari dua sudut
pandang; yang pertama adalah mengenai sudut pandang kebutuhan berdasarkan
perkembangan Industri dan yang kedua adalah mengenai sudut pandang pemenuhan
Road Map Dit.PSMK yang pada tahun 2014 menargetkan persentase antara SMK dan
SMU adalah 67 berbanding 33.
Disisi
lain Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy akan merubah kurikulum pendidikan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Rencana tersebut disesuaikan dengan misi
Presiden Joko Widodo dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul di
setiap bidang serta memiliki daya saing. Perombakan kurikulum dilakukan untuk
mendukung program Nawa cita, dimana secara teknis, nantinya setiap dua semester
siswa harus mengikuti ujian praktik yang langsung diselenggarakan Badan
Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Jika lulus tes tersebut, mereka akan
langsung mendapatkan sertifikat kompetensi untuk melamar pekerjaan.
Sampai tahun 2020 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
memproyeksikan ada tambahan SMK sebanyak 400 sekolah yang setidaknya akan
menampung sekitar 850 ribu siswa baru, dengan kesiapan para guru yang tidak
hanya sekadar sarjana, tetapi juga memiliki pengalaman kerja di Industri. (Metrotvnews.com, 2016).
1) Berdasarkan
Perkembangan Industri
Data
BPS memperlihatkan jumlah SMK pada tahun 2011/2012, 2012/2013, dan 2013/2014 di
Propinsi Sulawesi Selatan secara berturut-turut adalah 361, 374, dan 405. Peningkatan
jumlah SMK dari tahun 2011/2012 ke 2012/2013 hanya sebesar 13 SMK atau kurang
dari 6% (selama 2 tahun), Tahun 2009/2010 388 sekolah SMK dan data dari
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan SMK tahun 2012 jumlah sekolah
SMK Negeri sebanyak 133 dan Swasta 255 jadi total 388 Sekolah. (BPS, 2015)
Dilain
pihak jumlah penyerapan tenaga kerja oleh industri dari tahun 2004 sampai
dengan 2007 terlihat menurun, dari 10.332 orang pada tahun 2004 ke 7.014 pada
tahun 2009. Penurunan daya serap Industri ini seakan-akan mengisyaratkan
ketiadaaan lapangan kerja yang berimplikasi pada pengurangan persentase alumni
sekolah kejuruan. Olehnya itu sangat beralasan jika persentse alumni SMK yang
terserap oleh lapangan kerja hanya 50%.
Akan
tetapi jika dianalisa secara mendalam, potensi industrI yang berkembang justru
Industri yang tidak berhubungan langsung dengan bidang studi SMK yang selama
ini menjadi andalan pengelola. Sebagai contoh, bahwa yang berkembang dengan
pesat adalah Industri makanan dan minuman, disusul oleh Industri logam bukan
galian dan industri kayu (bukan meubel). Dari segi wilayah seharusnya kabupaten
Selayar, Wajo, gowa, Bantaeng menjadi pioneer dalam pengembangan SMK karena
pada daerah tersebut pertumbuhan Industri sangat pesat. Disamping itu yang
perlu diperhatikan adalah komuditas andalan, dimana setiap daerah mempunyai komuditas
andalan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Berkenaan dengan ini seharusnya
pengembangan sekolah kejuruan juga memperhatikan hal ini. Pertumbuhan
industri-industri teknologi maju juga harus menjadi perhatian serius. Walaupun
saat ini Industri-industri teknologi maju belum sepesat di Pulau Jawa,
pemerintah daerah seyogyanya mengantisipasi perkembangan ini. Sulawesi Selatan
tidak bisa melepaskan pengaruh global yang dibawa oleh teknologi maju. Salah
satu cara mengantisipasinya adalah dengan penyiapan tenaga terampil, kompeten
dan SMK merupakan salah satu institusi yang bisa diandalkan untuk hal tersebut.
2) Road
Map Dit. PSMK
Road
map Dit. PSMK mengisyaratkan perkembangan sekolah kejuruan (SMK) sebesar 3 - 4
% pertahun sehingga pada tahun 2015 nanti akan mencapai 67%. Jika dari segi
jumlah maka pertumbuhan SMK pertahun diprogramkan sebanyak 300-400 sekolah
pertahun. Begitu pula dengan siswa dan guru. Setiap tahun diprogram adanya
penambahan sekitar 500.000 sampai 600.000 orang siswa dan penambahan sekitar
20.000 guru SMK. Program ini tentunya akan dipersiapkan untuk mengantisipasi
peluang pasar kerja industri yang semakin pesat. Jika dibandingkan dengan
program nasional, perkembangan SMK di Sulawesi Selatan masih terkesan lambat.
Pertumbuhan yang hanya 5% selama dua tahun atau 2,5% per tahun dirasa masih
kurang untuk mengejar target 67% SMK secara nasional. Apalagi jika diasumsikan
bahwa Sulawesi Selatan merupakan sentra pengembangan SMK di Kawasan Timur
Indonesia.Presentase pertumbuhan siswa selama dua tahun terakhir hanya 13%,
sedangkan yang diisyaratkan oleh program nasional minimal 15%. Dan menurut Data
dari Diknas Sulsel menyebutkan saat ini jumlah SMK yang tersebar di 23
kabupaten maupun kota di Sulsel sebanyak 286 sekolah (40 persen), masih lebih
sedikit dari jumlah SMA yang mencapai 626 sekolah (60 persen).
Di Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi
Selatan berdasarkan data dari kemendikbud, jumlah SMK yang aktif, sebanyak 15
sekolah kejuruan terdiri dari 4 sekolah bersatus negeri dan 10 sekolah
berstatus swasta (Kemendikbud, 2016). Pada studi kasus
ini penulis memilih SMK Teknologi Somba Opu yang beralamatkan Jl. Sultan
Hasanuddin No. 24 Sungguminasa, Kelurahan Pandang-Pandang, Kecamatan Somba Opu
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kode Pos: 92111, Telpon: , Email: smktsombaopu@gmail.com,
Website: http://www.smktsombaopu.net
Berdasarkan data tahun
2016 pada SMKT Somba Opu jumlah siswa secara
keseluruhan sebanyak 416, jumlah guru 45
orang dan jumlah ruang kelas 18 (Ir.H.MochHarun, 2016). Berdasarkan data tersebut dengan estimasi
pertumbuhan sebesar 5% maka dapat diproyeksikan banyaknya jumlah siswa, jumlah
guru, dan ruang kelas pada SMK Teknologi Somba Opu adalah sebagai berikut :
1)
Jumlah Siswa
Tahun 2017 à 416 x 5 % =
20,8 à 416 + 20,8 = 437 (pembulatan)
Tahun 2018 à 437 x 5 % =
21,85 à
437 + 21,85 = 459 (pembulatan)
Tahun 2019 à 459 x 5 % =
22,95 à
459 + 22,95 = 482 (pembulatan)
2)
Jumlah Kebutuhan Guru
Tahun 2017 à 45 x 5 % =
2,25 à
45 + 2,25 = 47 (pembulatan)
Tahun 2018 à 47 x 5 % =
2,35 à
47 + 2,35 = 49 (pembulatan)
Tahun 2019 à 49 x 5 % =
2,45 à
49 + 2,45 = 51 (pembulatan)
3)
Jumlah Kebutuhan Ruang Kelas
Tahun
2017à18
x 5 % = 0,9 à 18 + 0,9 = 19 (pembulatan)
Tahun
2018à19
x 5 % = 0,95à
19 + 0,95 = 20 (pembulatan)
Tahun
2019à20
x 5 % = 1 à
20 + 1 = 21
No
|
Aspek
|
Tahun Kondisi
2016
|
Tahun Proyeksi
|
||
2017
|
2018
|
2019
|
|||
1
2
3
|
Jumlah Siswa
Jumlah Guru
Ruang Kelas
|
416
45
18
|
437
47
19
|
459
49
20
|
482
51
21
|
Tabel
hasil proyeksi Jumlah siswa, guru dan
ruang kelas SMK Teknologi Somba Opu Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan
Dari tabel hasil proyeksi di atas
menunjukkan, dengan melakukan perhitungan estimasi pertumbuhan 5 persen per tahun,
maka tahun 2019 mendatang jumlah siswa SMKT Somba Opu sebanyak 482, jumlah guru
51 orang dan ruang kelas 21.
Setelah
melakukan analisa data dari beberapa sumber penulisan makalah ini, dapat
disimpulkan bahwa :
1)
Dari segi kuantitas jumlah sekolah
kejuruan sangat memadai dalam menyediakan tenaga kerja, akan tetapi program
studi/kompetensi yang diharapkan menopang perkembangan industri di daerah
Sulawesi Selatan masih rendah, oleh karena itu, peningkatan profesionalisme
guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah,
dimana saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan
kompetensi yang seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan
secara berkesinambungan dan kontinyu.
2)
Untuk mengantisipasi perkembangan
dunia industri dan kebutuhan tenaga kerja yang berkualitas, permasalahan klasik
SMK seperti distribusi, relevansi, kualitas dan kuantitas harus segera di
atasi.
3)
Setelah melakukan proyeksi terhadap data
tahun 2016 pada SMKT Somba Opu jumlah
siswa secara keseluruhan sebanyak 416,
jumlah guru 45 orang dan jumlah ruang kelas 18 dengan estimasi pertumbuhan sebesar 5% maka
diperoleh setiap tahun dari tahun 2017 hingga 2019 SMKT Somba Opu jumlah siswa
bertambah 22 orang, kebutuhan guru 2 orang dan 1 ruang kelas.
DAFTAR
PUSTAKA
BadanPusatStatistik.
(2015, September 14). Retrieved November 20, 2016, from
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1838
Bustamin. (2013, Oktober). Retrieved November 20, 2016, from
http://bustamin-against.blogspot.co.id/2013/10/implementasi-ptk-di-prov-sul-sel.html
Dr.Beni Ahmad Saebani, M. (2015). Filsafat Ilmu dan Metode Penilitian.
Bandung: CV.Pustaka Setia.
Ir.H.MochHarun, G. (2016). Profil SMKT Somba Opu. Gowa Sulawesi
Selatan.
Kemendikbud. (2016). Retrieved November 20, 2016, from
http://psmk.kemdikbud.go.id/datapokok
Menyulamembun. (2016, Maret). Retrieved November 20, 2016, from
http://menyulamembun.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pendidikan-kejuruan-di-indonesia.html
Metrotvnews.com. (2016, Agustus 31). Retrieved November 21, 2016, from
http://news.metrotvnews.com/peristiwa/GbmAVyxb-mendikbud-rombak-kurikulum-smk#amph=1
Prof.Dr.Sapto, H. (2011). Pengembangan Pendidikan Guru Vokasi Sebagai
Upaya Penataan Sistem Ketenagaan Sektor Industri. Makassar: Pidato
Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang Pendidikan Vokasi pada Fakultas Teknik
Universitas Negeri Makassar.
Prof.Sapto, H. (2016). Materi Perkuliahan Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Semester I Mahasiswa PTK Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.
Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar