Rabu, 15 Maret 2017

PENDIDIKAN KEJURUAN DAN KONSEP STRATEGI PEMBELAJARAN



Tugas                      : 2
Dosen Pengampu      : DR. Hendra Jaya, S.Pd.,M.T
Mata Kuliah              : Teori dan Strategi Pembelajaran Kejuruan
Nama Mahasiswa      : SITTI NURBAYA
Institusi                  : S2 PTK Program Pascasarjana UNM


1.   PENGERTIAN PENDIDIKAN KEJURUAN
      Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi para siswa yang merencanakan dan mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu untuk bekerja secara produktif. Pendidikan kejuruan dirancang untuk mengembangkan keterampilan, kemampuan/kecakapan, pemahaman, sikap, kebiasaan-kebiasaan kerja, dan apresiasi yang diperlukan oleh pekerja dalam mamasuki pekerjaan dan membuat kemajuan-kemajuan dalam pekerjaan penuh makna dan produktif (Adhikary, P.K.,2005).
     Menurut Pavlova (2009) tradisi dari pendidikan kejuruan adalah menyiapkan siswa untuk bekerja. Pendidikan Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang mengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu (PP 29 tahun 1990 Pasal 1 ayat 3).
      Fungsi pendidikan kejuruan menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja produktif antara lain meliputi:
1) Memenuhi keperluan tenaga kerja dunia usaha dan industri.
2) Menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan bagi orang lain.
3)Merubah status siswa dari ketergantungan menjadi bangsa yang berpenghasilan (produktif).
      Sedangkan sebagai tenaga kerja professional siswa mampu mengerjakan tugasnya secara cepat, tepat dan effisien yang didasarkan pada unsur-unsur berikut:
1) Ilmu atau teori yang sistematis,
2) Kewenangan professional yang diakui oleh klien,
3) Sanksi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan kewenangannya dan
4) Kode etik yang regulative.
      Selanjutnya, menyiapkan siswa menguasai IPTEK dimaksudkan agar siswa:
1) Mampu mengikuti, menguasai, dan menyesuaikan diri dengan kemajuan IPTEK.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan diri secara berkelanjutan
      Prinsip pendidikan kejuruan didefinisikan sebagai generalisasi untuk menyiapkan dan menjadi arahan untuk program dan konstruksi kurikulum, evaluasi, pemilihan praktik instruksional, dan pengembangan kebijakan.Dengan kata lain: para praktisi pendidikan kejuruan dapat merencanakan/membuat program dan kurikulum pendidikan, evaluasi, dan proses pembelajaran maupun kebijaksanaan lain yang dikembangkan berdasarkan kepentingan dan  perkembangan zaman atau IPTEK. Prinsip-prinsip kontemporer pendidikan kejuruan mencerminkan praktik sukses dari masa lalu dan reinterpretasi dari prinsip-prinsip ini untuk memenuhi kebutuhan perubahan zaman.
      Barlow (1974) mengemukakan 7 prinsip pendidikan kejuruan:
1) Dikembangkan dan diselenggarakan untuk warganegara
2) Disediakan melalui pendidikan secara umum
3) Membuat variabel pendidikan kejuruan untuk semua
4) Integrasikan teori dan praktek di dalam pendidikan kejuruan
5) Melibatkan pemberi kerja di (dalam) program kejuruan
6) Melibatkan pemerintah secara umum di (dalam) pendidikan kejuruan di (dalam) area penetapan standard diinginkan dan pemerintah menyediakan dana untuk program
7) Menyediakan penguasaan belajar (mastery learning) dan instruksi secara individual.
      Berdasarkan pemikiran para philosopher realisme dan pragmatisme, rumusan prinsip dasar pendidikan vokasi dapat dinyatakan sebagaimana dirumuskan  Miller (1985) bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi terdapat tiga prinsip  dasar  yang perlu diperhatikan, yaitu : people, program, dan  proses.
      Prinsip-prinsip yang dikemukan oleh Miller tersebut sesuai dengan pemikiran Prosser yang diwujudkan dengan 16 landasan filasafat (teori Prosser) dalam pendidikan vokasi yaitu filosofi prinsip dasar pendidikan vokasi dapat dirumuskan bahwa interaksi peserta didik dengan lingkungan yang serupa/ mirip dengan dunia kerja merupakan bentuk metafisika dan prinsip dasar peserta didik dalam pendidikan vokasi, proses belajar mengajar  yang dilakukan baik teori maupun praktik merupakan bentuk epistimologi dan prinsip program, dan memberi pengalaman belajar sesuai dengan situasi kerja merupakan bentuk axiologi dan prinsip proses.
     
2.   KONDISI PENDIDIKAN KEJURUAN
      Pendidikan kejuruan saat ini masih jauh dari ideal bahkan  cenderung makin jauh dari harapan masyarakat (Satrio Brojosumantri, 2016). Salah satu bentuk  pendidikan vokasional adalah Sekolah Menengah Kejuruan, dimana problematika di SMK juga menggambarkan problematika pendidikan kejuruan secara umum.  Rita andriani (2016) mengungkapan 6 permasalahan SMK saat ini adalah  kurikulum SMK yang tidak selaras dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industri, kualitas lulusan SMK yang rendah sehingga angka pengangguran SMK tinggi, pendirian SMK yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah, kurangnya kuantitas dan kualitas guru produktif, minimnya sarana dan prasarana SMK dan ketidaksinergian SMK dengan dunia usaha/dunia industri dan pemerintah. Selamet PH (2013) secara jelas mengurai problematika SMK sebagai berikut :
1. Sebagian besar SMK saat ini hanya menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu menyiapkan lulusannya untuk bekerja. Fungsi fungsi lain yang juga tidak kalah penting belum dilaksanakan secara maksimal, misalnya pelatihan bagi penganggur, pelatihan bagi karyawan perusahaan, pengembangan unit produksi/teaching factory, industri masuk SMK/teaching industry,lembaga sertifikasi profesi (LSP),  tempat uji kompetensi (TUK), dan pengembangan bahan pelatihan. Akibatnya, sumber daya SMK terutama guru dan fasilitas sekolah belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga terjadi idle capacity/under utilization.
2. Kebanyakan SMK saat ini menyiapkan siswanya hanya untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu sebagai pekerja/karyawan/pegawai. Sangat sedikit sekali SMK yang sengaja menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausahawan (pengusaha). Padahal, menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010), lulusan SMK yang diterima sebagai karyawan di sektor formal hanya 30%  dan yang 70% bekerja di sektor informal (usaha mikro/kecil) yang tidak pernah dipersiapkan dengan baik oleh SMK. Oleh karena itu, SMK  harus menyiapkan siswanya untuk menjadi karyawan dan wirausahawan/pengusaha.
3. SMK kurang cepat tanggap terhadap tuntutan tuntutan pembangunan ekonomi tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional. Potensi ekonomi lokal, kekayaan sumber daya natural dan kultural dan persaingan regional dan global belum ditanggapi secara cepat, cekat, dan tepat. Jika demikian, peran SMK terhadap pembangunan ekonomi tidak akan optimal.
4. Keselarasan antara dunia SMK dan dunia kerja dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi, dan waktu, belum terorganisir secara formal. Meskipun telah diterbikan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, tetapi wadah formal yang menjembatani dunia SMK dan dunia kerja belum ada. Di masa lalu (1994) ada wadah yang menjembatani dunia SMK dan dunia kerja yaitu Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN). MPKN dibentuk melalui Surat Keputusan Bersama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia tentang pembentukan Majelis Pendidikan Kejuruan dengan Nomor 0217/U/1994 dan 044/SKEP/KU/VIII/94, tetapi sekarang Lembaga ini tidak aktif.
5. Pembalikan proporsi peserta didik SMA:SMK dari 70%:30% menjadi 30%:70% menuntut penyelenggaraan SMK yang mampu menjamin siswanya untuk 16 memperoleh pekerjaan yang layak merupakan tugas tidak mudah karena melibatkan banyak pihak. Meskipun demikian, upaya upaya untuk memastikan agar lulusan SMK segera memperoleh pekerjaan merupakan tugas penting SMK, baik melalui pembelajaran yang bermutu tinggi dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja maupun melalui program program bimbingan dan konseling kejuruan yang dirancang dengan baik.
      Masalah utama yang selalu disoroti tentang praktek penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah rendahnya keterserapan lulusan SMK di pasar kerja karena pembelajaran di pendidikan vokasional tidak selaras dengan kebutuhan dan standar DUDI. Hal ini dapat dilihat dari kondisi pendidikan  kejuruan saat ini yaitu :
1. Kesenjangan kompetensi lulusan, kompetensi guru, sarana prasarana dan teknologi dengan kebutuhan kompetensi dan teknologi yang ada di industry.
2. Kekurangan dan kelebihan lulusan SMK. Bebebrapa  program keahlian tertentu yang sedang populer dibuka di banyak SMK , dan menghasilkan banyak lulusan tetapi kurang terserap di pasar kerja karena pekerjaan yang relevan/industri yang hanya tersedia di kota besar atapun  mengalami kejenuhan. Berapa kekurangan tenaga kerja karena tidak banyak lulusan karena paket keahlian tidak diminati ataupun industri tidak tumbuh dengan baik di sekitar SMK.
3. Pembukaan  paket keahlian masih belum dilakukan berdasarkan data proyeksi tentang peluang bisnis dan investasi di masa depan baik di tingkat lokal, regional maupun internasional.
4. Keterlibatan industri dan stake holder terkait dalam penyelenggaraan SMK masih kurang.
      Kondisi pendidikan kejuruan di Indonesia masih sangat tertinggal. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengungkapkan fakta miris tentang kondisi SMK, dimana sebanyak 82 persen tenaga kerja Indonesia di luar negeri ternyata berstatus lulusan SMK, bahkan teknologi sekolah kejuruan di Indonesia jauh tertinggal 20 atau 30 tahun dari sekolah kejuruan di Negara lain. Salah satu faktor yang membuat masih tertinggal adalah soal kualitas guru, dimana sebagian besar guru di SMK didominasi guru-guru mata pelajaran normative, buka praktis, hal ini tidak sesuai dengan karakter pendidikan SMK yang berorientasi pada kerja.(http://nasional.kompas.com/read/2017/02/02/13493711/jokowi.ungkap.fakta.miris.soal.lulusan.smk. Diakses 14 Maret 2017).
     Data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,03 juta orang di Agustus 2016, terbanyak dari lulusan SMK dengan TPT 11,11 persen, disusul lulusan SMA 8,73 persen, Diploma III 6,04 persen, SMP 5,75 persen, tamatan Universitas 4,87 persen, dan Sekolah Dasar (SD) 2,88 persen. Tingginya angka pengangguran lulusan SMK dikarenakan masih terjadi miss match antara yang dipelajari di sekolah dengan lowongan yang ada. (http://bisnis.liputan6.com/read/2645675/bps-banyak-lulusan-smk-yang-menganggur Diakses 14 Maret 2017).
    Penyebab lulusan SMK masih banyak yang menganggur menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menilai perencanaan kebutuhan tenaga kerja masih belum ada kejelasan dan belum dapat dijadikan patokan. Oleh karena itu, banyak lulusan SMK yang justru menganggur karena keterampilannya tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri.
     Mendikbud juga menjelaskan, bahwa selama ini pendidikan vokasi hanya mencetak seorang lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Namun kriteria dari tenaga kerja yang dibutuhkan saat ini masih belum jelas. Menurut Muhadjir, diperlukan sebuah perencanaan yang matang mengenai kebutuhan tenaga kerja sehingga para lulusan sekolah vokasi dapat memiliki kemampuan yang sesuai. 
      Perencanaan mengenai kebutuhan tenaga kerja di dunia industri sebaiknya disesuaikan pada tingkat regional, tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan dunia nasional. Sehingga ketika mereka lulus, dapa bekerja di daerahnya atau paling tidak ada tempat yang menampungnya. 
     Selain masalah perencanaan kebutuhan tenaga kerja yang belum pasti, Kebanyakan lulusan SMK yang menganggur dikarenakan oleh terbatasnya jumlah guru produktif (guru yang mengajar pelajaran praktek) yang memiliki keahlian teruji sesuai dengan bidang studi di sekolah vokasi tersebut. Bahkan diproyeksikan sampai tahun 2020 nanti, negara Indonesia masih membutuhkan sekitar 91 ribu guru produktif pada sekolah vokasi. 
     Mengenai kekurangan guru adaptif yang mempunyai keterampilan yang dibutuhkan dalam pendidikan vokasi di Indonesia, Mendikbud telah menargetkan sekitar 15 ribu guru adaptif yang akan disekolahkan kembali sehingga memiliki keahlian tambahan pada awal tahun depan.
     Menurut Mendikud lulusan SMK memang ada banyak yang bisa langsung bekerja dan diterima disebuah perusahaan, namun presentasenya masih kecil dibandingkan dengan yang menganggur. Bahkan kemampuan mereka masih banyak yang kurang (masih setengah-setengah matang) sehingga banyak dari perusahaan besar masih memperhitungkan jasa mereka. 

3.   KONSEP STRATEGI PEMBELAJARAN KEJURUAN
     Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) menetapkan delapan poin standar nasional pendidikan yang harus dimiliki oleh penyelenggara satuan pendidikan di Indonesia, ke delapan standar pendidikan tersebut meliputi (http://mr.mung.web.id/2015/04/8-standar-nasional-pendidikan-menurut.html diakses 14 Maret 2017) ;
1) Standar Kompetensi Lulusan,
    Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
2) Standar Isi,
    Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.
3) Standar Proses, 
    Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
4) Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan,
    Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
    Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
5) Standar Sarana dan Prasarana,
    Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
    Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
6) Standar Pengelolaan,
    Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.
7) Standar Pembiayaan Pendidikan,
    Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
8) Standar Penilaian Pendidikan.
    Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
* Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
* Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
* Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
   Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
* Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
* Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi
        Selain mengacu pada delapan point standar pendidikan nasional, juga diperlukan strategi pembelajaran dalam menunjang keberhasilan pembelajaran. Beberapa strategi pembelajaran yang bisa diterapkan yaitu :

1)   Strategi Pembelajaran Pelatihan Industri (Training Within Industry)
Nolker & Schoenfeldt (1983) menyebutkan untuk mengajarkan praktik keterampilan dasar kejuruan perlu digunakan strategi tertentu agar siswa paham, baik secara kognitif dan sekaligus secara motorik langkah-langkah dasar suatu keterampilan kerja kejuruan. Menurut Nolker & Schoenfeldt (1983) salah satu strategi pembelajaran untuk mengajarkan keterampilan dasar kejuruan adalah strategi pembelajaran pelatihan industri (Training Within Industry/TWI) yang terdiri atas 5 tahap kegiatan pembelajaran, yaitu :

a)   Tahap persiapan
Secara garis besar kegiatan guru dalam tahap ini adalah mempersiapkan lembar kerja (job sheet), menjelaskan tujuan pembelajaran dan pelatihan, menjelaskan arti pentingnya, membangkitkan minat siswa, menilai dan menetapkan kemampuan awal siswa. Secara pokok kegiatan guru dalam tahap ini adalah merencanakan, menata, dan memformulasikan kondisi pembelajaran dan pelatihan sehingga ada kaitan secara sistematis dengan strategi yang akan diterapkan
b)   Tahap Peragaan
Dalam tahap peragaan ini strategi penyampaian yang digunakan harus disesuaikan dengan media pembelajaran dan pelatihan praktik yang tersedia.
c)   Tahap Peniruan
Dalam melakukan kegiatan peniruan, siswa harus ditata dan diorganisasikan kegiatan belajar praktiknya sehingga siswa betul-betul mampu memahami dan melakukan kegiatan kerja sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran dan pelatihan praktik.
d)   Tahap Praktik
Pada tahap ini siswa mengulangi aktivitas kerja yang baru dipelajari sampai keterampilan kerja yang dipelajari betul-betul dikuasai sepenuhnya. Hal penting yang perlu dilakukan dan diperhatikan guru dalam tahap ini adalah pengaturan strategi pengelolaan dan pengorganisasian pembelajaran dan pelatihan praktik, sehingga siswa betul-betul mampu melakukan kegiatan belajar praktik secara optimal.
e)   Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir yang penting bagi setiap proses pembelajaran dan pelatihan, terutama dalam pembelajaran dan pelatihan praktik kejuruan. Dengan dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan pelatihan praktik, siswa akan mengetahui kemampuannya secara jelas sehinggga siswa dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran dan pelatihannya.

  2)   Pembelajaran Praktik Kejuruan Berbasis Proyek
       Menurut Nolker & Schoenfeldt (1983) terdapat persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar strategi pembelajaran proyek dapat diterapkan, antara lain:
a)   Sasaran yang harus dicapai berupa penyelesaian suatu problem yang kompleks
b) Para peserta yang memiliki kebebasan seluas mungkin, untuk mengadakan penentuan mengenai subjek, perencanaan, pelaksanaan, serta penerapan proyek
c)   Dalam proyek, keputusan diambil berdasarkan consensus
d)   Pengajar atau instruktur berintegrasi dalam kelompok proyek
e)   Diadakan penelitian antara teori dan praktik
f) Diperlukan keterampilan mengenai lebih dari satu bidang guna menyelesaikan problem yang ditimbulkannya
g)   Pekerjaan proyek dibagi dalam kelompok-kelompok
h) Sasaran proyek adalah menghasilkan sesuatu yang nyata dan berfaedah
  Strategi pembelajaran berbasis proyek terdiri atas tiga tahap utama,   yaitu :
a.   Tahap perencanaan pembelajaran proyek merupakan tahap yang sangat penting dalam setiap proses pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal, maka langkah-langkahperencanaan dirancang sebagai berikut :
* Merumuskan tujuan pembelajaran atau proyek
*  Menganalisis karakteristik siswa
*  Merumuskan strategi pembelajaran
*  Membuat lembar kerja
*  Merancang kebutuhan sumber belajar
*  Merancang alat evaluasi
b.  Tahap pelaksanaan pembelajaran proyek merupakan proses yang akan memberikan pengalaman belajar yang kompleks. Agar proses pelaksanaan praktik kejuruan dengan menggunakan strategi berbasis proyek ini dapat berjalan dengan baik, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan :
*  Mempersiapkan sumber belajar yang diperlukan
*  Menjelaskan tugas proyek dan gambar kerja
*  Mengelompokkan siswa sesuai dengan tugas masing-masing
*  Mengerjakan proyek
c.  Tahap evaluasi pembelajaran proyek merupakan tahap yang paling penting dalam pembelajaran strategi proyek yaitu agar guru dapat mengetahui seberapa jauh tujuan pembelajaran praktik dapat tercapai.

  3)   Strategi Pembelajaran Model Pelatihan (Training Model)
Modeling sering digunakan untuk memberi kemudahan, baik pada pola    tingkah laku yang jarang dilakukan, yang sering menyebabkan ketakutan dan kecemasan maupun untuk melatih tingkah laku baru, seperti dalam pengembangan bahasa dan keterampilan motorik (Joice and Weil, 1986). Secara umum model pembelajaran pelatihan terdiri atas enam tahap, yaitu :
a)   Penyampaian tujuan, langkah awal dari urutan pembelajaran praktik kejuruan adalah merumuskan dan penyampaian tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar praktik kejuruan. Seperti diungkapkan Degeng (1989:38) bahwa tugas pembelajaran pada hakikatnya mengacu pada hasil yang ingin dicapai atau diharapkan.
b)   Penjelasan materi pendukung, materi pendukung praktik disajikan oleh instruktur dengan menggunakan strategi ceramah dan dengan bantuan audio visual.
c)    Pendemonstrasian untuk kerja, siswa harus dapat mengerjakan sesuatu yang sudah diperagakan. Untuk menghindari kesulitan dalam demonstrasi, ada empat hal yang harus dilakukan guru, yaitu (1) mengatakan kepada siswa bahwa pada giliran berikutnya ia juga harus melakukan keterampilan yang ditunjukkan; (2) mengatakan pada siswa apa saja yang perlu dicatat dalam demonstrasi; (3) mendemonstrasikan keterampilan dan memerikan setiap langkah sebelum melakukan demonstrasi; (4) sebelum praktik, mengingatkan langkah-langkah keterampilan yang penting (Joice & Weil,1986)
d)   Latihan (praktik simulasi), melalui kegiatan praktiklah siswa pada lembaga pendidikan kejuruan akan dapat menguasai keterampilan-keterampilan kerja.
e)   Latihan pengalihan (training transfer), hal ini dilakukan dengan cara : pertama, tugas yang diberikan lebih kompleks daripada tugas yang sudah diajarkan tetapi tugas tersebut masih pada taraf latihan. Kedua, tugas yang diberikan digantikan dengan pengerjaan benda yang sesungguhnya.
f)  Kunjungan industri, dilihat dari bentuk belajar secara umum, bentuk-bentuk perjumpaan antara pendidikan kejuruan dengan dunia kerja, terdapat tiga bentuk utama (Nolker & Schoenfeldt, 1983), yaitu darmawisata, widyawisata, dan praktikum pada dunia industri.

       4)   Strategi Pembelajaran Pelatihan Laboratorium (Laboratory Training)
Strategi pembelajaran pelatihan laboratorium awal mulanya dikembangkan oleh Joice and Weil (1986), dan kini strategi ini telah banyak diterapkan pada pembelajaran praktik pada bidang keteknikan/ilmu pengetahuan lainnya. Pada dasarnya, ada dua dimensi pokok dari strategi ini, yaitu :
1.   Prinsip Pembelajaran Pelatihan Laboratorium
Menurut Joice & Weil (1986), strategi pembelajaran pelatihan laboratorium memiliki dua prinsip utama, yaitu :
a)   Kerja kelompok
b)   Menekankan pengembangan empat area kepribadian, yaitu (1) intrapersonal, (2) interpersonal, (3) dinamisasi kelompok, dan (4) pengarahan diri.
2.   Prosedur pelaksanaan, yaitu :
a)   Pengelompokan, merupakan langkah awal dari model pembelajaran ini, disarankan setiap kelompok terdiri atas 2 sampai 4 orang siswa. Pembentukan kelompok sangat penting artinya, karena melalui kelompok siswa dapat saling belajar dan mengajar, dapat saling memberi dan menerima.
b)   Penyajian teori, merupakan tahap kedua dari metode ini, yang meliputi kegiatan : (1) penyampaian tujuan pembelajaran, (2) penyampaian materi, dan (3) diskusi dan tanya jawab, disertai balikan oleh pengajar.
c)   Latihan/praktik, merupakan tahap ketiga dari strategi ini, di mana dalam tahap ini siswa mulai melakukan praktik kerja sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah direncanakan. Kegiatan ini masih dilakukan dalam laboratorium kerja.
d)   Latihan pada masalah nyata, merupakan tahap akhir dari strategi ini, di mana dalam tahap ini siswa diajak untuk melakukan kerja sesungguhnya terhadap masalah-masalah yang terjadi di dunia nyata, yang sesuai dengan materi yang dibahas.
     Berdasarkan uraian tersebut di atas, salah satu strategi pembelajaran yang bisa diterapkan untuk mengurangi lulusan SMK yang menganggur adalah strategi pembelajaran model pelatihan (training model). Strategi ini sering digunakan untuk memberikan kemudahan untuk melatih tingkah laku baru, seperti dalam pengembangan bahasa dan keterampilan motoric, dimana model pembelajaran ini terdiri dari enam tahap yaitu penyampaian tujuan, penjelasan materi pendukung, pendemonstrasian  untuk kerja, praktik simulai, latihan pengalihan dan kunjungan industri.
      Dengan menerapkan enam tahap tersebut, diharapkan dapat memudahkan para peserta didik selain menguasai materi, juga mendapatkan gambaran mengenai industri melalui kunjungan industri, sehingga nantinya apa yang didapatkan selama proses pembelajaran, dapat diterapkan pada saat terjun ke dunia industri, hal ini sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 15 yang menyatakan pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.


Referensi Tulisan :

Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional