Tugas : 2
Dosen Pengampu : DR. Hendra Jaya, S.Pd.,M.T
Mata Kuliah :
Teori dan Strategi Pembelajaran Kejuruan
Nama Mahasiswa : SITTI NURBAYA
Institusi :
S2 PTK Program Pascasarjana UNM
1. PENGERTIAN
PENDIDIKAN KEJURUAN
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi para
siswa yang merencanakan dan mengembangkan karirnya pada bidang keahlian
tertentu untuk bekerja secara produktif. Pendidikan kejuruan dirancang untuk
mengembangkan keterampilan, kemampuan/kecakapan, pemahaman, sikap,
kebiasaan-kebiasaan kerja, dan apresiasi yang diperlukan oleh pekerja dalam
mamasuki pekerjaan dan membuat kemajuan-kemajuan dalam pekerjaan penuh makna
dan produktif (Adhikary, P.K.,2005).
Menurut Pavlova (2009) tradisi dari pendidikan kejuruan adalah
menyiapkan siswa untuk bekerja. Pendidikan Kejuruan adalah pendidikan pada
jenjang mengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk
melaksanakan jenis pekerjaan tertentu (PP 29 tahun 1990 Pasal 1 ayat 3).
Fungsi pendidikan kejuruan menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja
produktif antara lain meliputi:
1) Memenuhi keperluan tenaga kerja dunia
usaha dan industri.
2) Menciptakan lapangan kerja bagi dirinya
dan bagi orang lain.
3)Merubah status siswa dari ketergantungan
menjadi bangsa yang berpenghasilan (produktif).
Sedangkan sebagai tenaga kerja professional siswa mampu mengerjakan
tugasnya secara cepat, tepat dan effisien yang didasarkan pada unsur-unsur
berikut:
1) Ilmu atau teori yang sistematis,
2) Kewenangan professional yang diakui oleh
klien,
3) Sanksi dan pengakuan masyarakat akan
keabsahan kewenangannya dan
4) Kode etik yang regulative.
Selanjutnya, menyiapkan siswa menguasai IPTEK dimaksudkan agar siswa:
1) Mampu mengikuti, menguasai, dan menyesuaikan
diri dengan kemajuan IPTEK.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk dapat
mengembangkan diri secara berkelanjutan
Prinsip pendidikan kejuruan didefinisikan sebagai generalisasi untuk
menyiapkan dan menjadi arahan untuk program dan konstruksi kurikulum, evaluasi,
pemilihan praktik instruksional, dan pengembangan kebijakan.Dengan kata lain:
para praktisi pendidikan kejuruan dapat merencanakan/membuat program dan
kurikulum pendidikan, evaluasi, dan proses pembelajaran maupun kebijaksanaan
lain yang dikembangkan berdasarkan kepentingan dan perkembangan zaman atau IPTEK.
Prinsip-prinsip kontemporer pendidikan kejuruan mencerminkan praktik sukses
dari masa lalu dan reinterpretasi dari prinsip-prinsip ini untuk memenuhi
kebutuhan perubahan zaman.
Barlow (1974) mengemukakan 7 prinsip pendidikan kejuruan:
1) Dikembangkan dan diselenggarakan untuk
warganegara
2) Disediakan melalui pendidikan secara
umum
3) Membuat variabel pendidikan kejuruan
untuk semua
4) Integrasikan teori dan praktek di dalam
pendidikan kejuruan
5) Melibatkan pemberi kerja di (dalam)
program kejuruan
6) Melibatkan pemerintah secara umum di
(dalam) pendidikan kejuruan di (dalam) area penetapan standard diinginkan dan
pemerintah menyediakan dana untuk program
7) Menyediakan penguasaan belajar (mastery
learning) dan instruksi secara individual.
Berdasarkan pemikiran para philosopher realisme dan pragmatisme, rumusan
prinsip dasar pendidikan vokasi dapat dinyatakan sebagaimana dirumuskan Miller (1985) bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan vokasi terdapat tiga prinsip
dasar yang perlu diperhatikan,
yaitu : people, program, dan proses.
Prinsip-prinsip yang dikemukan oleh Miller tersebut sesuai dengan
pemikiran Prosser yang diwujudkan dengan 16 landasan filasafat (teori Prosser)
dalam pendidikan vokasi yaitu filosofi prinsip dasar pendidikan vokasi dapat
dirumuskan bahwa interaksi peserta didik dengan lingkungan yang serupa/ mirip
dengan dunia kerja merupakan bentuk metafisika dan prinsip dasar peserta didik
dalam pendidikan vokasi, proses belajar mengajar yang dilakukan baik teori maupun praktik
merupakan bentuk epistimologi dan prinsip program, dan memberi pengalaman
belajar sesuai dengan situasi kerja merupakan bentuk axiologi dan prinsip
proses.
2. KONDISI
PENDIDIKAN KEJURUAN
Pendidikan kejuruan saat ini masih jauh dari ideal bahkan
cenderung makin jauh dari harapan masyarakat (Satrio Brojosumantri, 2016).
Salah satu bentuk pendidikan vokasional adalah Sekolah Menengah Kejuruan,
dimana problematika di SMK juga menggambarkan problematika pendidikan kejuruan
secara umum. Rita andriani (2016) mengungkapan 6 permasalahan SMK saat
ini adalah kurikulum SMK yang tidak selaras dengan kebutuhan dunia
usaha/dunia industri, kualitas lulusan SMK yang rendah sehingga angka
pengangguran SMK tinggi, pendirian SMK yang tidak sesuai dengan kebutuhan
daerah, kurangnya kuantitas dan kualitas guru produktif, minimnya sarana dan
prasarana SMK dan ketidaksinergian SMK dengan dunia usaha/dunia industri dan
pemerintah. Selamet PH (2013) secara jelas mengurai problematika SMK sebagai
berikut :
1.
Sebagian besar SMK saat ini hanya menyelenggarakan fungsi tunggal, yaitu
menyiapkan lulusannya untuk bekerja. Fungsi fungsi lain yang juga tidak kalah
penting belum dilaksanakan secara maksimal, misalnya pelatihan bagi penganggur,
pelatihan bagi karyawan perusahaan, pengembangan unit produksi/teaching
factory, industri masuk SMK/teaching industry,lembaga sertifikasi profesi
(LSP), tempat uji kompetensi (TUK), dan pengembangan bahan pelatihan.
Akibatnya, sumber daya SMK terutama guru dan fasilitas sekolah belum
dimanfaatkan secara maksimal sehingga terjadi idle capacity/under utilization.
2.
Kebanyakan SMK saat ini menyiapkan siswanya hanya untuk bekerja pada bidang
keahlian tertentu sebagai pekerja/karyawan/pegawai. Sangat sedikit sekali SMK
yang sengaja menyiapkan siswanya untuk menjadi wirausahawan (pengusaha).
Padahal, menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2010), lulusan SMK
yang diterima sebagai karyawan di sektor formal hanya 30% dan yang 70%
bekerja di sektor informal (usaha mikro/kecil) yang tidak pernah dipersiapkan
dengan baik oleh SMK. Oleh karena itu, SMK harus menyiapkan siswanya
untuk menjadi karyawan dan wirausahawan/pengusaha.
3. SMK
kurang cepat tanggap terhadap tuntutan tuntutan pembangunan ekonomi tingkat
lokal, nasional, regional, dan internasional. Potensi ekonomi lokal, kekayaan
sumber daya natural dan kultural dan persaingan regional dan global belum
ditanggapi secara cepat, cekat, dan tepat. Jika demikian, peran SMK terhadap
pembangunan ekonomi tidak akan optimal.
4.
Keselarasan antara dunia SMK dan dunia kerja dalam dimensi kuantitas, kualitas,
lokasi, dan waktu, belum terorganisir secara formal. Meskipun telah diterbikan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia, tetapi wadah formal yang menjembatani dunia SMK
dan dunia kerja belum ada. Di masa lalu (1994) ada wadah yang menjembatani
dunia SMK dan dunia kerja yaitu Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN).
MPKN dibentuk melalui Surat Keputusan Bersama Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia tentang pembentukan Majelis
Pendidikan Kejuruan dengan Nomor 0217/U/1994 dan 044/SKEP/KU/VIII/94, tetapi
sekarang Lembaga ini tidak aktif.
5.
Pembalikan proporsi peserta didik SMA:SMK dari 70%:30% menjadi 30%:70% menuntut
penyelenggaraan SMK yang mampu menjamin siswanya untuk 16 memperoleh pekerjaan
yang layak merupakan tugas tidak mudah karena melibatkan banyak pihak. Meskipun
demikian, upaya upaya untuk memastikan agar lulusan SMK segera memperoleh
pekerjaan merupakan tugas penting SMK, baik melalui pembelajaran yang bermutu
tinggi dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja maupun melalui program program bimbingan
dan konseling kejuruan yang dirancang dengan baik.
Masalah utama yang selalu disoroti tentang praktek penyelenggaraan
pendidikan kejuruan adalah rendahnya keterserapan lulusan SMK di pasar kerja
karena pembelajaran di pendidikan vokasional tidak selaras dengan kebutuhan dan
standar DUDI. Hal ini dapat dilihat dari kondisi pendidikan kejuruan saat
ini yaitu :
1.
Kesenjangan kompetensi lulusan, kompetensi guru, sarana prasarana dan teknologi
dengan kebutuhan kompetensi dan teknologi yang ada di industry.
2.
Kekurangan dan kelebihan lulusan SMK. Bebebrapa program keahlian tertentu
yang sedang populer dibuka di banyak SMK , dan menghasilkan banyak lulusan
tetapi kurang terserap di pasar kerja karena pekerjaan yang relevan/industri
yang hanya tersedia di kota besar atapun mengalami kejenuhan. Berapa
kekurangan tenaga kerja karena tidak banyak lulusan karena paket keahlian tidak
diminati ataupun industri tidak tumbuh dengan baik di sekitar SMK.
3.
Pembukaan paket keahlian masih belum dilakukan berdasarkan data proyeksi
tentang peluang bisnis dan investasi di masa depan baik di tingkat lokal,
regional maupun internasional.
4.
Keterlibatan industri dan stake holder terkait dalam penyelenggaraan SMK masih
kurang.
Kondisi pendidikan kejuruan di Indonesia masih sangat tertinggal.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengungkapkan fakta miris tentang
kondisi SMK, dimana sebanyak 82 persen tenaga kerja Indonesia di luar negeri
ternyata berstatus lulusan SMK, bahkan teknologi sekolah kejuruan di Indonesia
jauh tertinggal 20 atau 30 tahun dari sekolah kejuruan di Negara lain. Salah
satu faktor yang membuat masih tertinggal adalah soal kualitas guru, dimana
sebagian besar guru di SMK didominasi guru-guru mata pelajaran normative, buka
praktis, hal ini tidak sesuai dengan karakter pendidikan SMK yang berorientasi
pada
kerja.(http://nasional.kompas.com/read/2017/02/02/13493711/jokowi.ungkap.fakta.miris.soal.lulusan.smk.
Diakses 14 Maret 2017).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di
Indonesia mencapai 7,03 juta orang di Agustus 2016, terbanyak dari lulusan SMK
dengan TPT 11,11 persen, disusul lulusan SMA 8,73 persen, Diploma III 6,04
persen, SMP 5,75 persen, tamatan Universitas 4,87 persen, dan Sekolah Dasar (SD)
2,88 persen. Tingginya angka pengangguran lulusan SMK dikarenakan masih terjadi
miss match antara yang dipelajari di sekolah dengan lowongan yang ada.
(http://bisnis.liputan6.com/read/2645675/bps-banyak-lulusan-smk-yang-menganggur
Diakses 14 Maret 2017).
Penyebab lulusan SMK masih banyak yang menganggur menurut Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menilai perencanaan
kebutuhan tenaga kerja masih belum ada kejelasan dan belum dapat dijadikan
patokan. Oleh karena itu, banyak lulusan SMK yang justru menganggur karena
keterampilannya tidak sesuai dengan kebutuhan dunia industri.
Mendikbud juga menjelaskan, bahwa selama ini pendidikan vokasi hanya
mencetak seorang lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Namun kriteria
dari tenaga kerja yang dibutuhkan saat ini masih belum jelas. Menurut Muhadjir,
diperlukan sebuah perencanaan yang matang mengenai kebutuhan tenaga kerja
sehingga para lulusan sekolah vokasi dapat memiliki kemampuan yang
sesuai.
Perencanaan mengenai kebutuhan tenaga kerja di dunia industri sebaiknya
disesuaikan pada tingkat regional, tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan
dunia nasional. Sehingga ketika mereka lulus, dapa bekerja di daerahnya atau
paling tidak ada tempat yang menampungnya.
Selain masalah perencanaan kebutuhan tenaga kerja yang belum pasti,
Kebanyakan lulusan SMK yang menganggur dikarenakan oleh terbatasnya jumlah guru
produktif (guru yang mengajar pelajaran praktek) yang memiliki keahlian teruji
sesuai dengan bidang studi di sekolah vokasi tersebut. Bahkan diproyeksikan
sampai tahun 2020 nanti, negara Indonesia masih membutuhkan sekitar 91 ribu
guru produktif pada sekolah vokasi.
Mengenai kekurangan guru adaptif yang mempunyai keterampilan yang
dibutuhkan dalam pendidikan vokasi di Indonesia, Mendikbud telah menargetkan
sekitar 15 ribu guru adaptif yang akan disekolahkan kembali sehingga memiliki
keahlian tambahan pada awal tahun depan.
Menurut Mendikud lulusan SMK memang ada banyak yang bisa langsung bekerja
dan diterima disebuah perusahaan, namun presentasenya masih kecil dibandingkan
dengan yang menganggur. Bahkan kemampuan mereka masih banyak yang kurang (masih
setengah-setengah matang) sehingga banyak dari perusahaan besar masih
memperhitungkan jasa mereka.
3. KONSEP
STRATEGI PEMBELAJARAN KEJURUAN
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) menetapkan delapan poin standar
nasional pendidikan yang harus dimiliki oleh penyelenggara satuan pendidikan di
Indonesia, ke delapan standar pendidikan tersebut meliputi
(http://mr.mung.web.id/2015/04/8-standar-nasional-pendidikan-menurut.html
diakses 14 Maret 2017) ;
1) Standar Kompetensi Lulusan,
Standar
Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai
pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal
satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok
mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
2) Standar Isi,
Standar
Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk
mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar
isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar,
kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.
3) Standar Proses,
Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
4) Standar Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan,
Pendidik
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Kualifikasi
akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
5) Standar Sarana dan Prasarana,
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis
pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
6) Standar Pengelolaan,
Standar
Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan
pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan
oleh Pemerintah.
7) Standar Pembiayaan Pendidikan,
Pembiayaan
pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal
kerja tetap.
8) Standar Penilaian Pendidikan.
Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
* Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
* Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan
* Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi terdiri atas:
* Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
dan
* Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan tinggi
Selain
mengacu pada delapan point standar pendidikan nasional, juga diperlukan
strategi pembelajaran dalam menunjang keberhasilan pembelajaran. Beberapa strategi
pembelajaran yang bisa diterapkan yaitu :
1)
Strategi Pembelajaran Pelatihan
Industri (Training Within Industry)
Nolker
& Schoenfeldt (1983) menyebutkan untuk mengajarkan praktik keterampilan
dasar kejuruan perlu digunakan strategi tertentu agar siswa paham, baik secara
kognitif dan sekaligus secara motorik langkah-langkah dasar suatu keterampilan
kerja kejuruan. Menurut Nolker & Schoenfeldt (1983) salah satu strategi
pembelajaran untuk mengajarkan keterampilan dasar kejuruan adalah strategi
pembelajaran pelatihan industri (Training
Within Industry/TWI) yang terdiri atas 5 tahap kegiatan pembelajaran, yaitu
:
a)
Tahap persiapan
Secara garis besar kegiatan guru dalam
tahap ini adalah mempersiapkan lembar kerja (job sheet), menjelaskan tujuan pembelajaran dan pelatihan,
menjelaskan arti pentingnya, membangkitkan minat siswa, menilai dan menetapkan
kemampuan awal siswa. Secara pokok kegiatan guru dalam tahap ini adalah
merencanakan, menata, dan memformulasikan kondisi pembelajaran dan pelatihan
sehingga ada kaitan secara sistematis dengan strategi yang akan diterapkan
b)
Tahap Peragaan
Dalam tahap peragaan ini strategi
penyampaian yang digunakan harus disesuaikan dengan media pembelajaran dan
pelatihan praktik yang tersedia.
c)
Tahap Peniruan
Dalam melakukan kegiatan peniruan,
siswa harus ditata dan diorganisasikan kegiatan belajar praktiknya sehingga
siswa betul-betul mampu memahami dan melakukan kegiatan kerja sesuai dengan
tujuan-tujuan pembelajaran dan pelatihan praktik.
d)
Tahap Praktik
Pada tahap ini siswa mengulangi
aktivitas kerja yang baru dipelajari sampai keterampilan kerja yang dipelajari
betul-betul dikuasai sepenuhnya. Hal penting yang perlu dilakukan dan
diperhatikan guru dalam tahap ini adalah pengaturan strategi pengelolaan dan
pengorganisasian pembelajaran dan pelatihan praktik, sehingga siswa betul-betul
mampu melakukan kegiatan belajar praktik secara optimal.
e)
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir
yang penting bagi setiap proses pembelajaran dan pelatihan, terutama dalam
pembelajaran dan pelatihan praktik kejuruan. Dengan dilakukan evaluasi terhadap
pembelajaran dan pelatihan praktik, siswa akan mengetahui kemampuannya secara
jelas sehinggga siswa dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran
dan pelatihannya.
2)
Pembelajaran Praktik Kejuruan Berbasis
Proyek
Menurut Nolker & Schoenfeldt (1983)
terdapat persyaratan tertentu yang harus dipenuhi agar strategi pembelajaran
proyek dapat diterapkan, antara lain:
a) Sasaran
yang harus dicapai berupa penyelesaian suatu problem yang kompleks
b) Para
peserta yang memiliki kebebasan seluas mungkin, untuk mengadakan penentuan
mengenai subjek, perencanaan, pelaksanaan, serta penerapan proyek
c) Dalam
proyek, keputusan diambil berdasarkan consensus
d) Pengajar
atau instruktur berintegrasi dalam kelompok proyek
e) Diadakan
penelitian antara teori dan praktik
f) Diperlukan
keterampilan mengenai lebih dari satu bidang guna menyelesaikan problem yang
ditimbulkannya
g) Pekerjaan
proyek dibagi dalam kelompok-kelompok
h) Sasaran
proyek adalah menghasilkan sesuatu yang nyata dan berfaedah
Strategi pembelajaran berbasis proyek
terdiri atas tiga tahap utama, yaitu :
a. Tahap
perencanaan pembelajaran proyek merupakan tahap yang
sangat penting dalam setiap proses pembelajaran. Agar proses pembelajaran dapat
berlangsung secara optimal, maka langkah-langkahperencanaan dirancang sebagai
berikut :
* Merumuskan
tujuan pembelajaran atau proyek
* Menganalisis
karakteristik siswa
* Merumuskan
strategi pembelajaran
* Membuat
lembar kerja
* Merancang
kebutuhan sumber belajar
* Merancang
alat evaluasi
b. Tahap
pelaksanaan pembelajaran proyek merupakan proses
yang akan memberikan pengalaman belajar yang kompleks. Agar proses pelaksanaan
praktik kejuruan dengan menggunakan strategi berbasis proyek ini dapat berjalan
dengan baik, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan :
* Mempersiapkan
sumber belajar yang diperlukan
* Menjelaskan
tugas proyek dan gambar kerja
* Mengelompokkan
siswa sesuai dengan tugas masing-masing
* Mengerjakan
proyek
c. Tahap
evaluasi pembelajaran proyek merupakan tahap yang
paling penting dalam pembelajaran strategi proyek yaitu agar guru dapat
mengetahui seberapa jauh tujuan pembelajaran praktik dapat tercapai.
3) Strategi
Pembelajaran Model Pelatihan (Training
Model)
Modeling
sering digunakan untuk memberi kemudahan, baik pada pola tingkah laku yang jarang dilakukan, yang sering
menyebabkan ketakutan dan kecemasan maupun untuk melatih tingkah laku baru,
seperti dalam pengembangan bahasa dan keterampilan motorik (Joice and Weil,
1986). Secara umum model pembelajaran pelatihan terdiri atas enam tahap, yaitu
:
a) Penyampaian
tujuan, langkah awal dari urutan pembelajaran praktik kejuruan
adalah merumuskan dan penyampaian tujuan yang ingin dicapai dalam proses
belajar praktik kejuruan. Seperti diungkapkan Degeng (1989:38) bahwa tugas
pembelajaran pada hakikatnya mengacu pada hasil yang ingin dicapai atau
diharapkan.
b)
Penjelasan
materi pendukung, materi pendukung praktik disajikan
oleh instruktur dengan menggunakan strategi ceramah dan dengan bantuan audio
visual.
c) Pendemonstrasian
untuk kerja, siswa harus dapat mengerjakan sesuatu
yang sudah diperagakan. Untuk menghindari kesulitan dalam demonstrasi, ada
empat hal yang harus dilakukan guru, yaitu (1) mengatakan kepada siswa bahwa
pada giliran berikutnya ia juga harus melakukan keterampilan yang ditunjukkan;
(2) mengatakan pada siswa apa saja yang perlu dicatat dalam demonstrasi; (3)
mendemonstrasikan keterampilan dan memerikan setiap langkah sebelum melakukan
demonstrasi; (4) sebelum praktik, mengingatkan langkah-langkah keterampilan
yang penting (Joice & Weil,1986)
d)
Latihan
(praktik simulasi), melalui kegiatan praktiklah siswa pada
lembaga pendidikan kejuruan akan dapat menguasai keterampilan-keterampilan
kerja.
e)
Latihan
pengalihan (training transfer), hal ini dilakukan
dengan cara : pertama, tugas yang
diberikan lebih kompleks daripada tugas yang sudah diajarkan tetapi tugas
tersebut masih pada taraf latihan. Kedua,
tugas yang diberikan digantikan dengan pengerjaan benda yang sesungguhnya.
f) Kunjungan
industri, dilihat dari bentuk belajar secara umum, bentuk-bentuk
perjumpaan antara pendidikan kejuruan dengan dunia kerja, terdapat tiga bentuk
utama (Nolker & Schoenfeldt, 1983), yaitu darmawisata, widyawisata, dan
praktikum pada dunia industri.
4) Strategi
Pembelajaran Pelatihan Laboratorium (Laboratory
Training)
Strategi pembelajaran pelatihan laboratorium awal mulanya
dikembangkan oleh Joice and Weil (1986), dan kini strategi ini telah banyak
diterapkan pada pembelajaran praktik pada bidang keteknikan/ilmu pengetahuan
lainnya. Pada dasarnya, ada dua dimensi pokok dari strategi ini, yaitu :
1.
Prinsip Pembelajaran Pelatihan
Laboratorium
Menurut Joice & Weil (1986),
strategi pembelajaran pelatihan laboratorium memiliki dua prinsip utama, yaitu
:
a)
Kerja kelompok
b)
Menekankan pengembangan empat area
kepribadian, yaitu (1) intrapersonal, (2) interpersonal, (3) dinamisasi
kelompok, dan (4) pengarahan diri.
2.
Prosedur pelaksanaan, yaitu :
a)
Pengelompokan, merupakan langkah awal
dari model pembelajaran ini, disarankan setiap kelompok terdiri atas 2 sampai 4
orang siswa. Pembentukan kelompok sangat penting artinya, karena melalui
kelompok siswa dapat saling belajar dan mengajar, dapat saling memberi dan menerima.
b)
Penyajian teori, merupakan tahap kedua
dari metode ini, yang meliputi kegiatan : (1) penyampaian tujuan pembelajaran,
(2) penyampaian materi, dan (3) diskusi dan tanya jawab, disertai balikan oleh
pengajar.
c)
Latihan/praktik, merupakan tahap ketiga
dari strategi ini, di mana dalam tahap ini siswa mulai melakukan praktik kerja
sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah direncanakan. Kegiatan ini
masih dilakukan dalam laboratorium kerja.
d)
Latihan pada masalah nyata, merupakan tahap
akhir dari strategi ini, di mana dalam tahap ini siswa diajak untuk melakukan
kerja sesungguhnya terhadap masalah-masalah yang terjadi di dunia nyata, yang
sesuai dengan materi yang dibahas.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, salah satu strategi pembelajaran yang bisa diterapkan
untuk mengurangi lulusan SMK yang menganggur adalah strategi pembelajaran model
pelatihan (training model). Strategi
ini sering digunakan untuk memberikan kemudahan untuk melatih tingkah laku
baru, seperti dalam pengembangan bahasa dan keterampilan motoric, dimana model
pembelajaran ini terdiri dari enam tahap yaitu penyampaian tujuan, penjelasan
materi pendukung, pendemonstrasian untuk
kerja, praktik simulai, latihan pengalihan dan kunjungan industri.
Dengan menerapkan enam tahap tersebut,
diharapkan dapat memudahkan para peserta didik selain menguasai materi, juga mendapatkan
gambaran mengenai industri melalui kunjungan industri, sehingga nantinya apa
yang didapatkan selama proses pembelajaran, dapat diterapkan pada saat terjun
ke dunia industri, hal ini sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 15 yang menyatakan pendidikan kejuruan
adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu.
Referensi Tulisan :
www.kejuruan.net/2016/04/pengertian-pendidikan-kejuruan.html
Diakses 14 Maret 2017
http://mr.mung.web.id/2015/04/8-standar-nasional-pendidikan-menurut.html
diakses 14 Maret 2017
http://nasional.kompas.com/read/2017/02/02/13493711/jokowi.ungkap.fakta.miris.soal.lulusan.smk
Diakses 14 Maret 2017
http://bisnis.liputan6.com/read/2645675/bps-banyak-lulusan-smk-yang-menganggur
Diakses 14 Maret 2017
http://www.bangsaku.web.id/2016/10/penyebab-lulusan-smk-masih-banyak-yang.html
Diakses 14 Maret 2017
http://blog.uny.ac.id/noorfitrihana/2017/01/11/revitalisasi-pendidikan-vokasional-indonesia-abad-21-landasan-filosofi-dan-arah-pengembangannya/
diakses 14 Maret 2016
http://rajinbelajar22.blogspot.co.id/2013/12/makalah-tentang-pembelajaran-ranah.html
(Diakses 14 Maret 2017)
Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional